OJK: Penerapan Mata Uang Digital Masih Perlu Kajian

Sunday 22 Jul 2018, 10 : 51 pm
by
Photo ilustrasi/Ketua Komisioner OJK, Wimboh Santoso

NEW YORK-Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menjelaskan perubahan gaya hidup masyarakat dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah membuat menjamurnya bisnis berbasis digital yaitu e-commerce dan financial technology yang tentunya membutuhkan alat pembayaran yang lebih cepat, aman dan efisien.

Wimboh menyampaikan hal itu dalam acara Seminar tentang Standarisasi Mata Uang Digital Fiat (DFC) dan Penerapannya yang diselenggarakan International Telecommunication Union (ITU) dengan Cornell Research Academy pada akhir pekan lalu di Cornell Tech, New York.

Seminar ini membahas tren teknologi terbaru dan inovasi di penerbitan mata uang digital dan pengaruhnya terhadap ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.

Menurutnya, penggunaan e-money dan cryptocurrency dalam bisnis berbasis digital akan terhambat beberapa keterbatasan sehingga banyak negara mulai mengkaji dan mencoba menerapkan Central Bank Digital currency (CBDC) dan Crypto Fiat Currency yang menggunakan teknologi Block Chain (Distributed Ledger Technology) serta didukung oleh sovereign currency (diterbitkan oleh Bank Sentral).

Wimboh menyampaikan bahwa penerapan CBDC yang menggunakan teknologi Distributed Ledger di Indonesia perlu untuk terus dikaji penerapannya karena adanya manfaat pada penguatan sistem pembayaran.

“Untuk Indonesia yang berpenduduk besar dan kondisi demografi yang tersebar di sekitar 17 ribu pulau, berkembangnya financial technology dan digital payments yang handal harus terus kita dukung karena merupakan salah satu solusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui tersedianya akses keuangan,” kata Wimboh.

Wimboh menyampaikan juga bahwa penerapan CBDC ini harus tetap mempertahankan peran Bank Sentral sebagai Otoritas Moneter dan Sistem Pembayaran. Aspek stabilitas sistem keuangan dan perlindungan konsumen juga tidak boleh dikesampingkan dalam penerapan CBDC.

Penerapan CBDC ini akan menghemat banyak biaya di sistem pembayaran dan mempercepat peningkatan inklusi keuangan masyarakat. Dalam penerapannya perlu transisi bertahap dan paralel serta mekanisme konversi juga harus jelas dan transparan. Begitu pula dari aspek legalitas juga perlu untuk disesuaikan.

Penyesuaian legalitas sistem pembayaran digital di negara berkembang relatif lebih mudah daripada di negara Amerika Serikat yang membutuhkan proses lebih panjang, berdasarkan riset dari Angela Walch, Professor di St. Mary’s University School of Law.

Ekosistem sistem pembayaran yang terintegrasi sangat dibutuhkan sehingga kehadiran National Payment Gateway oleh Bank Indonesia merupakan langkah awal yang patut diapresiasi yang menghadirkan single network untuk transaksi domestik.

“OJK bersama dengan Pemerintah, Bank Indonesia akademisi dan juga lembaga internasional memiliki komitmen sebagai global collective efforts untuk menerapkan CBDC dapat berkembang ke arah yang dikehendaki dan membawa manfaat bagi masyarakat luas,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Redenominasi Tak Hambat e-money

BANDUNG- Bank Indonesia (BI) mengaku sudah mengantipasi aturan redenomasi terkait

Hutchison Holdings Siap Tingkatkan Investasi di Indonesia

HONG KONG-Pemilik CK Hutchison Holdings Limited Li Ka-Shing menyatakan komitmennya untuk