Oleh: Henry Saragih
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia
Koalisi masyarakat sipil Indonesia yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Lawan Neokolonialisme dan Imperialisme (Gerak Lawan) menolak Paket Bali WTO dan mengecam peran aktif Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam meloloskannya. Kesepakatan tersebut telah meletakkan tujuan keadilan sosial, kesejahteraan rakyat, dan keberlanjutan lingkungan pada prioritas terendah, karena potensinya memperbesar praktek korupsi dan menjadi sandera politik pemerintahan baru pasca 2014.
Pada 7 Desember akhir pekan lalu, WTO mengumumkan disepakatinya Paket Bali oleh 160 negara anggota. Setelah terjadinya skandal politik tukar-guling (trade-off) untuk menyelesaikan dua isu: Perjanjian Fasilitasi Perdagangan (Trade Facilitation) dan Proposal Public Stockholdingfor Food Security dalam Perjanjian Pertanian.
Hasilnya, Perjanjian Trade Facilitation berhasil diadopsi dengan mengakomodasi semua keinginan negara industri mendapatkan kemudahan akses impor dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonominya yang kini tengah terjerembab dalam krisis ekonomi berkepanjangan. Hal ini dapat terlihat dalam kesepatan Trade Facilitation menyepakati penghapusan hambatan dalam aturan kepabeanan sehingga mempercepat arus barang impor dan rendah biaya serta reformasi perpajakan. Hal ini semata-mata agar komoditas impor sampai di tangan konsumen dengan lebih murah. Tidak perlu mempermasalahkan apakah hal tersebut diproduksi di dalam negeri atau di impor. Tindakan ini bisa membuat industri dalam negeri sekarat, dan memperluas bangkrutnya sektor ekonomi rakyat di Indonesia.
Komentari tentang post ini