JAKARTA– Pemerintah mesti mengubah paradigma pembangunan untuk lebih fokus menuju kemandirian nasional.
Hal paling mendasar yang harus segera dilakukan adalah mengubah mental bangsa menjadi mental produsen kebutuhan nasional ketimbang mental pedagang barang impor.
Selama ini, upaya mewujudkan kemandirian nasional tersisihkan oleh kepentingan elite dan kroni yang cenderung memperkaya diri melalui perburuan rente pada beragam barang impor.
Akibatnya, kini, Indonesia menjadi negara yang tidak mampu mandiri pada berbagai sektor strategis, seperti pangan, energi, barang konsumen, dan barang modal.
Pengamat kebijakan publik John Palinggi mengatakan upaya merubah mental bangsa Indonesia sebetulnya sudah digalakan sejak dulu.
Sekitar 20 tahun, sudah pernah diwacanakan agar ketergangungan terhadap impor dikurangi.
Misalnya, semua kayu diolah di dalam negeri, sebagai bahan baku diekspor, ini akan membawa nilai tambah.
“Tetapi apa yang terjadi ada kecenderungan di negara ini lebih suka impor,” jelas dia di Jakarta, Kamis (7/3).
Padahal kata dia, ketergantungan terhadap impor memberatkan negara.
Karena sebagian barang impor itu dibeli dengan menggunakan utang, terutama barang pemerintah.
“Barang-barang impor pemerintah ini dibeli dengan utang. Pola ini kalau tidak diperbaiki akan sangat berbahaya,” tegas dia.
Hingga saat ini kata dia, belum ada kebijakan dari pemerintah untuk mencegah impor ini.
Pemerintah sendiri cenderung memilih cara-cara instan.
Hal ini membuat pemerintah tidak punya hasrat untuk berusaha mengurangi pasokan impor.
Sebagai contoh kata dia soal impor pangan.
“Dibidang pertanian tidak ada upaya mencetak sawah baru. Akibatnya, ya impor beras terus menerus,” imbuh dia.
Dia melihat, ketergantungan terhadap impor ini bukan terjadi secara kebetulan.
Di situ kata dia, potensi korupsinnya sangat besar.
“Sangat super korupsinya. Mereka bisa membuat invoice atau faktur dari luar dengan harga yang besar,” jelas dia.
