JAKARTA – Masalah kemiskinan menjadi sorotan delegasi Indonesia.
Karena konsep kemiskinan berbeda-beda berdasarkan masing-masing negara.
“Saya mencermati budaya kita punya ukuran kemiskinan sendiri-sendiri,” kata anggota delegasi Indonesia, M Oheo Sinapoy dalam Sidang Standing Committee on Economic Affairs Asian Parliamentay Assembly (APA) di Sasono Mulyo Hotel LeMeridien, Jakarta, Rabu (4/6/14).
Menurut Sinapoy, Indonesia mengusulkan perlu meninjau ulang definisi kemiskinan yang ada saat ini.
Pemahaman tentang miskin perlu dinilai dari konteks budaya masing-masing negara.
“Saya ingin mendorong parlemen anggota APA mendefinisikan ulang apa itu kemiskinan, apa itu kurang uang atau karena rumahnya tidak bagus atau apapun itu,” ujarnya
Lebih jauh Sinapoy menjelaskan warga yang miskin itu bukan karena tidak punya uang.
Tapi miskin karena minimnya akses terhadap pendidikan. Bisa juga jauh dari akses kesehatan.
“Sehingga sering sakit dan tidak dapat bekerja. Masyarakat di Papua misalnya tinggal di Honai, rumah tanpa keramik belum tentu masuk kategori miskin,” ungkap anggota Komisi XI DPR F-Partai Golkar.
Sementarea itu, anggota delegasi Indonesia Evita Nursanty mendukung usulan ini.
“Saya rasa usulan itu baik selama ini kita terpaku dengan standar kemiskinan yang ditetapkan dengan parameter barat bukan Asia,” paparnya.
Apabila APA dapat mengoreksi definisi kemiskinan itu maka jumlah penduduk miskin yang menurut Bank Dunia mencapai 900 juta jiwa akan dapat dikoreksi.