Pasar Masih Dibayangi Ketidakpastian Stimulus Tambahan AS

Wednesday 21 Oct 2020, 3 : 56 pm
by
Katarina Setiawan – Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia

Oleh: Katarina Setiawan

Pasar saham dan obligasi Indonesia melemah di bulan September, apa yang menyebabkan pelemahan tersebut?

Terdapat beberapa sentimen negatif dari global dan domestik yang membayangi pasar di bulan September.

Dari sisi global, pelaku pasar khawatir karena peningkatan kasus Covid-19 terutama di Amerika Serikat dan Eropa.

Kondisi ini dikhawatirkan memaksa pemerintah untuk kembali menerapkan lockdown yang dapat menghambat proses pemulihan ekonomi. Selain itu, pasar juga dibayangi ketidakpastian pembicaraan stimulus tambahan Amerika Serikat.

Fed Chair Jerome Powell beberapa kali menekankan bahwa ekonomi Amerika membutuhkan stimulus fiskal tambahan untuk mendukung pemulihan ekonomi.

Namun hingga saat ini perdebatan masih terjadi dalam Kongres AS terkait besaran dan detail dari stimulus tersebut. Sementara itu dari sisi domestik, pasar dibayangi oleh sentimen terkait diterapkannya kembali PSBB di Jakarta di bulan September.

Kebijakan tersebut dikhawatirkan memberi tekanan terhadap proses pemulihan ekonomi.

Amerika Serikat akan menyelenggarakan Pemilu Presiden di awal November, bagaimana pandangan pasar mendekati periode tersebut?

Terdapat opini yang berkembang bahwa apabila Joe Biden yang merupakan wakil partai Demokrat terpilih sebagai Presiden maka pasar kemungkinan merespon negatif.

Kekhawatiran tersebut didasari beberapa kebijakan Biden yang dianggap tidak pro-bisnis, seperti wacana menaikkan pajak korporasi, menaikkan upah minimum, dan memperketat regulasi untuk perusahaan teknologi.

Namun, dengan kondisi ekonomi Amerika Serikat yang lemah karena wabah Covid-19, akan sulit bagi pemerintah Amerika Serikat untuk menerapkan kebijakan yang tidak pro-ekonomi.

Hal seperti ini terjadi di masa lalu dimana beberapa program Presiden Barrack Obama diundur untuk menghadapi krisis di tahun 2008. Pada waktu itu Presiden Obama malah memajukan stimulus dalam jumlah sangat besar dan meneruskan program pemotongan pajak dari pendahulunya, Presiden Bush.

Oleh karena itu, dalam pandangan kami siapapun yang terpilih sebagai Presiden dalam Pilpres AS mendatang, fokus kebijakannya akan tetap suportif untuk ekonomi dan dunia usaha yang saat ini urgent untuk didukung.

Di September Jakarta kembali melakukan PSBB, bagaimana dampaknya terhadap ekonomi?

DKI Jakarta menyumbang sekitar 17% terhadap PDB Indonesia, yang merupakan provinsi penyumbang ekonomi terbesar di Indonesia, sehingga diberlakukannya PSBB dapat mempengaruhi pemulihan ekonomi Indonesia di kuartal III-2020.

Positifnya adalah dampak PSBB September diperkirakan tidak sebesar PSBB di periode April – Juni karena PSBB saat ini yang tidak seketat PSBB sebelumnya, dan secara durasi juga jauh lebih pendek karena pada tanggal 12 Oktober PSBB Jakarta kembali dilonggarkan.

Namun mengingat peranan DKI Jakarta yang besar dalam perekonomian, pemulihan ekonomi diperkirkan tidak secepat perkiraan sebelumnya.

Pemerintah merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk kuartal III-2020 ke kisaran minus 2,9% hingga minus 1,1%.

Angka tersebut menunjukkan koreksi pertumbuhan PDB lebih dalam jika dibandingkan dengan proyeksi awal, yakni sebesar minus 2,1% hingga 0%.

Indonesia diperkirakan resmi mengalami resesi dengan ekonomi kuartal III-2020 diproyeksikan kembali negatif. Bagaimana outlook ekonomi untuk kuartal IV-2020?

Walau di kuartal III pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih negatif, kami melihat adanya perbaikan dibanding kuartal II yang pertumbuhannya minus 5,32%.

Di kuartal IV menurut kami tren pemulihan ini masih berpotensi terjadi, didukung oleh akselerasi penyerapan anggaran penanganan pandemi Covid-19.

Per akhir September pemerintah sudah mencairkan 43% dari total anggaran stimulus, naik pesat dari 31% di akhir Agustus.

Dalam pandangan kami distribusi stimulus akan semakin dipercepat di kuartal IV, terutama untuk anggaran pembiayaan korporasi yang diharapkan dapat mulai dicairkan di bulan Oktober.

Namun perlu diingat bahwa kondisi pandemi sangat sulit untuk diprediksi. Mitigasi penyebaran Covid-19 harus tetap menjadi prioritas, karena jika kasus Covid-19 terus meningkat, hal tersebut menimbulkan risiko harus diterapkannya kembali PSBB ketat, yang dapat berdampak negatif pada proses pemulihan ekonomi.

RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah disahkan, bagaimana pasar merespon UU Cipta Kerja tersebut?

Sejauh ini respon pasar cukup positif terlihat dari nilai tukar Rupiah yang menguat. Dalam pandangan kami UU Cipta Kerja ini berpotensi menimbulkan sentimen positif bagi dunia usaha.

Tujuan utama dari UU ini adalah untuk meningkatkan iklim usaha di Indonesia sehingga dapat menarik investasi ke dalam negeri, terutama di tengah tren relokasi pabrik dari China ke negara Asia lain.

Tentunya UU CIpta Kerja harus diikuti dengan peraturan lanjutan dan eksekusi yang efektif. Tidak hanya bagi sektor riil, UU Cipta Kerja juga dapat menciptakan sentimen positif secara jangka panjang bagi pasar finansial Indonesia.

Pasar saham dapat diuntungkan oleh prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik, nilai tukar Rupiah dapat lebih stabil didukung oleh potensi foreign inflow di sektor riil yang meningkatkan devisa, dan pasar obligasi juga diuntungkan dari kondisi stabilitas moneter yang lebih baik.

Pasar saham dan obligasi bergerak relatif sideways beberapa pekan ini. Bagaimana outlook pasar ke depannya?

Secara jangka pendek memang ada beberapa faktor yang membebani sentimen pasar seperti Pilpres dan negosiasi stimulus fiskal Amerika Serikat, serta meningkatnya kasus Covid-19 global.

Di pasar domestik pun ada faktor ketidakpastian terkait kebijakan burden sharing BI dan wacana pembentukan Dewan Moneter.

Terlepas dari sentimen jangka pendek tersebut, dalam pandangan kami pasar saham dan obligasi masih memiliki potensi ke depannya didukung oleh kebijakan reflasi global.

Reflasi adalah kebijakan untuk menstimulasi ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter akomodatif yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi, mendorong belanja, dan mencegah deflasi.

Ini merupakan kebijakan pro-ekonomi yang berpotensi menekan tingkat suku bunga dan meningkatkan selera investasi terhadap aset berisiko, termasuk pasar saham dan obligasi negara berkembang.

Selain itu penanganan Covid-19 juga tetap menjadi kunci pemulihan ekonomi.

Positifnya adalah pengembangan vaksin Covid-19 terus berlanjut, dan saat ini sudah ada 10 vaksin yang berada pada tahap uji klinis fase ketiga yang merupakan fase terakhir sebelum approval dan produksi.

Saran bagi investor di tengah kondisi pandemi saat ini?

Di tengah kondisi pandemi saat ini tentunya banyak ketidakpastian yang dapat meningkatkan volatilitas pasar finansial. Tinjau kembali alokasi portofolio anda, dan pastikan alokasinya tetap sesuai dengan tujuan investasi dan profil risiko anda.

Volatilitas tinggi di pasar dapat membuat alokasi portofolio anda tidak sesuai dengan aset alokasi awal yang anda tetapkan, kondisi ini dapat merubah profil portofolio anda.

Lakukan rebalancing, agar alokasi portfolio tetap sesuai dengan alokasi yang telah ditetapkan.

Bagi investor jangka panjang dengan profil agresif, kondisi saat ini juga dapat menjadi peluang untuk average down investasi, atau mulai berinvestasi di tengah harga pasar yang masih menarik.

Penulis adalah Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) di Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

WIKA Siap Pinjami Rp555 Miliar ke Entitas Usaha di Bidang Jalan Tol

JAKARTA – PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) berencana memberikan pinjaman

Megawati Tabuhkan ‘Kentongan Kewaspadaan’ di GBK

JAKARTA – Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri akan