Pemerintah Salah Urus Negara

Sunday 4 Aug 2013, 3 : 55 pm
by
anggota Komisi XI DPR, Sadar Subagyo di Jakarta, Minggu (5/8)

JAKARTA- Pemerintah telah melakukan kesalahan dalam mengurus pembangunan ekonomi Indonesia.

Indikasinya terlihat pada pemborosan yang luar biasa pada sektor belanja negara.

“Pemerintah tidak mempunyai self of urgency. Karena itu,  pemerintah perlu melakukan reorientasi kebijakan  yang ditempuh agar tidak salah arah ,” ujar anggota Komisi XI DPR, Sadar Subagyo di Jakarta, Minggu (5/8).

Sebagai perbandingan, kata dia, pada 2005 belanja untuk keperluan birokrasi sebesar 40 persen dari APBN atau senilai 201 triliun rupiah.

Sedangkan subsidi bahan bakar minyak sebesar 19 persen dari APBN atau senilai 95 triliun rupiah.

Pada 2012, jelas Sadar, belanja birokrasi mencapai 729 triliun rupiah dan subsidi BBM  137 triliun rupiah.

“Artinya, pendapatan negara lebih banyak dipakai untuk menggemukkan aparat pemerintah, dibandingkan dengan untuk membangun negeri dan menolong rakyat miskin,” kata dia.

Selain itu tutur dia, kesalahan negara sudah terlihat secara jelas pada penerimaan negara dari sektor perpajakan, baik dari sisi analisa metode penganggaran maupun jika dibandingkan dengan sejumlah negara lain.

Seharusnya penerimaan negara dari perpajakan bisa berada di kisaran 18 persen dari GDP atau setara dengan angka 1.800 triliun rupiah.

Namun kenyataannya hanya ditargetkan sebesar 1.193 triliun rupiah.

“Ini ada selisih yang sangat besar, sekitar 600 triliun rupiah.  Padahal, jika kebocoran ini mampu ditutup maka tidak ada lagi orang miskin di Indonesia,” kata Sadar.

Sadar mengatakan, indikasi yang paling kentara bahwa pemerintah sudah melakukan kesalahan dalam mengurus negara, terlihat dari angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus mengalami penurunan.  Ini artinya, pembangunan telah membuat petani miskin.

Pada 2011 saja, kata Sadar, NTP masih mencapai 132. Artinya, pendapatan petani 132 dan pengeluarannya 100, sehingga petani masih bisa menabung sebesar 32.

“Ternyata NTP turun terus dan pada 2012 tinggal 104. Sisa hasil usaha pertanian turun drastis dari 32 menjadi sisa empat poin,” terang dia.

Stigma sebagai negara yang salah urus, kata Sadar, juga terlihat dari posisi Indonesia yang merupakan salah satu negara importir pangan terbesar di dunia.

Bahkan impor gandum itu sampai 600 juta ton per tahun.

“Jika gandum impor itu dinaikkan ke truk, maka antrean truck tersebut akan akan memanjang dari Banda Aceh – Medan – Palembang – Lampung – Jakarta – Semarang – Surabaya – Denpasar dan berakhir di Kupang,” papar dia.

Sementara itu, ucap Sadar, sejauh ini masyarakat Indonesia terus dilatih untuk memakan makanan berbahan baku gandum.

“Masyarakat kita sampai ketagihan mie instan, ternyata gandum tidak bisa tumbuh di daerah tropis, sehingga harus di impor setiap tahunnya,” kata Sadar.

Sadar merincikan, selama ini bahan makanan yang diimpor Indonesia antara lain, daging sapi, daging ayam, susu, sayuran, buah-buahan, jagung beras, kedelai dan garam.

Sepanjang 2011, menurut Sadar, impor garam mencapai 2,8 juta ton atau mengalami peningkatan dari 2010 yang sebanyak 2,08 juta ton.

“Apa air laut kita kurang asin? Sehingga kita harus mengimpor garam. Padahal negara kepulauan ini dikelilingi lautan dan diapit oleh dua samudera, Hindia dan Pasifik. Ternyata impor garam sampai 2,8 juta ton,” pungkas dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kembangkan Ekosistem 5G, WIFI (Surge) Resmi Bermitra dengan Qualcomm

JAKARTA-PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) sebagai pemilik brand Surge

Tekanan Inflasi September 2017 Sebesar 0,13%

JAKARTA-Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September 2017, Indonesia mengalami