Pemerintah Tak Serius Bahas RUU Dikdok

Tuesday 4 Jun 2013, 5 : 57 pm

 JAKARTA-Pemerintah dinilai tidak serius menyelesaikan RUU Pendidikan Kedokteran (dikdok). Alasannya daftar inventarisasi masalah (DIM) yang sudah pernah dibahas ternyata tak diajukan lagi. Justru malah mengajukan DIM baru. “Ternyata DIM berubah total, pemerintah datang dengan konsep yang baru. Padahal Panja Dikdok dan Pemerintah sudah menyepakati beberapa DIM yang sempat disampaikan dulu,” kata anggota anggota Komisi X DPR RI,  Jefirstson R. Rewu Kore dalam diskusi RUU Pendidikan Kedokteran bersama Wakil Ketua Umum PB IDI, Prof. dr. Ilham Oetama Marsis, dan pemerhati pendidikan DR Dharmayuwati Pane, MA di Jakarta, Selasa (4/6).

Menurut Jefirston, pembahaan DIM baru yang diajukan pemerintah ini hanya membuang-buang waktu saja. Apalagi DIM yang diajukan ini sekitar 500 item. “Jadi tidak mungkin menyelesaikan dalam waktu singkat,” tegasnya.

Saat ditanya apakah pemerintah sengaja menghambat pembahasan RUU ini, secara diplomatis Jefirston mengatakan DPR akan tetap membahasnya. “Saya tidak mengatakan menghambat, tapi ini jelas mengulang dari awal,” ujarnya.

Padahal, kata Jefirston lagi, kalau RUU Dikdok ini disahkan, maka nanti tidak ada lagi keluhan masyarakat tentang biaya pendidikan kedokteran yang mahal. 

Jefirstson menambahkan RUU ini akan terlaksana jika peraturan pelaksanaannya segera ditetapkan. Untuk itu dalam pembahasan RAPBN TA (tahun anggaran) 2014 harus sudah dialokasikan untuk program penyusunan kebijakan. “Sedangkan untuk pembahasan RAPBN TA 2015 harus sudah dialokasikan program rencana biaya investasi jangka panjang, beasiswa, bantuan biaya pendidikan, dan satu biaya yang ditanggung oleh mahasiswa kedokteran dalam APBN,” ungkapnya.

Sementara menurut Ilham, Pihak IDI  meminta agar RUU ini memuat sistim pendidikan dan pembiayaannya sampai ke tingkat masyarakat terpencil. Seperti di Muangthai dan Vietnam,  di mana pemirintah sangat serius terhadap program pendidikan kedokteran dan kesehatan masyarakat, maka dalam waktu singkat langkah itu bisa mengurangi angka kematian penduduk secara siginifikan. “Jadi, kalau pemerintah mengelola dengan baik,  melakukan singkronisasi dengan UU terkait, pembiyaan, dan distribusi dokter ke seluruh Indonesia, maka tak akan terjadi carut-marut,” ujarnya.

Sedangkan Dharmayuwati menyontohkan negara Jerman, yang serius memperhatikan kesehatan dan pendidikan kedokteran rakyatnya. “Jerman mengalokasikan anggaran sebesar 20 % untuk pendidikan, dan 15 % untuk kesehatan. Dokter dan Rumah Sakit yang paling canggih ada di RS pemerintah, dan bukannya  di RS swasta seperti Indonesia. Jadi, pemerintah dan DPR harus mengakomodir aspirasi rakyat karena rakyatlah yang merasakan,” tambah alumni Jerman itu. **cea

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

DPD : Putusan MK Bikin Kegaduhan Politik

JAKARTA-Putusan Mahkamah Konstisusi (MK) yang melarang anggota DPD RI menjadi

SBY Masih Kesal Pada UU Pilkada

KYOTO-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali menyampaikan kekesalannya atas keputusan