JAKARTA – Direktur Program Tranparency International Indonesia (TII), Ibrahim Fahmi Badoh menilai penyelenggaraan Pemilu 2014 merupakan yang terburuk dibandingkan Pemilu 2009.
Selain maraknya politik uang dan saling sikut antara caleg, pesta demokrasi lima tahunan rakyat Indonesia ini juga dinodai dengan kecurangan yang dilakukan secara masif.
Alhasil, wakil rakyat terpilih adalah mereka yang memiliki kemampuan logistik yang besar.
“Kita tidak tahu kekuatan ekonomi pengusaha hitam mana yang dominan di balik terpilihnya anggota DPR. Dan jangan heran kalau terjadi korupsi gila-gilaan di Senayan karena banyak sekali yang harus membayar utang ke pengusaha hitam,” ujar Fahmi Badoh dalam Dialog Kenegaraan bertajuk “Pemilu 2014 : Baik atau Buruk” di gedung DPD/MPR-RI, Jakarta, Rabu (30/4).
Menurutnya, Undang-undang (UU) pemilu sangat diskriminatif.
Apalagi, UU tersebut tidak sama sekali mendukung penyelengaraan pemilu yang bersih.
“Dan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas persoalan ini,” katanya.
Salah satu persoalan yang disorotinya adalah transparansi rekening kampanye partai politik (parpol).
KPU terkesan jelas tidak mau terbuka soal itu.
Padahal untuk menghindari politik uang, seharusnya parpol yang ikut pemilu sudah ada rekening sehingga akan diketahui berapa dana untuk persiapan partai tersebut mengikuti pemilu.