Pendidikan Berkarakter Butuh Anggaran Besar

Thursday 7 Sep 2017, 8 : 15 pm

JAKARTA-Lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dinilai belum mampu mendorong peningkatan anggaran. Pasalnya minimnya anggaran untuk pendidikan agama tidak terlepas dari komposisi anggaran secara nasional. “Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20%, disebar kepada 16 kementerian. Artinya, sektor tersebut hanya mendapatkan APBN 2017 senilai Rp 440 triliun dari Rp 2.204 triliun,” kata anggota Komisi X DPR Fraksi PPP, Reni Marlinawati dalam diskusi “Perpres Pendidikan Berkarakter Efektif? di media center DPR komplek parlemen Senayan, Kamis(7/9/2017).

Menurut Ketua Fraksi PPP, untuk Kementerian Agama hanya mendapat alokasikan Rp60 triliun-67 triliun yang disalurkan kepada 100 perguruan tinggi, aliyah, tsanawiyah, dan ibtidaiyah. “Kementerian Agama hanya menerima alokasi APBN sedangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan & Kementerian Dalam Negeri, misalnya, menerima alokasi APBN & APBD setempat,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengakui pendidikan karakter itu tidak bisa dilepaskan dari sekolah berbasis keagamaan. “Nah, Perpres itu hanya menjawab satu persoalan polemik Full Day School, bukan mendorong dimaksimalkan alokasi anggaran sekolah berbasis keagamaan,” ujarnya.

Dia menegaskan tanpa anggaran yang memadai sulit diharapkan akan tercapai mutu pendidikan karakter yang optimal. Namun begitu diharapkan Fraksi PKB dan PPP yang mengklaim sukses meredam polemik FDS melalui Perpres 87/2017 mampu mendorong Presiden Joko Widodo meningkatkan alokasi Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) bagi sekolah keagamaan.

Sedangkan anggota Komisi X DPR, Puti Guntur Soekarno mengungkapkan Perpres itu tidak hanya menjawab full day school yang memicu kontroversi. “Saya pikir Perpres ini cukup efektif karena semua pihak diajak terlibat membentuk karakter bangsa, masyarakat dan keluarga,” katanya.

Puti menambahkan Perpres itu memproyeksikan generasi muda pada 2045, sebagai calon pemimpin bangsa. “Perpres jangan hanya dilihat dengan mempersoalkan anggaran, tapi lebih dari itu yakni proyeksi ke depan, generasi muda Indonesia di 2045, soal kompetensi dan potensi,” ujarnya.

Menurutnya, pembangunan karakter tidak  hanya bicara soal pendidikan Pancasila tetapi lebih menyeluruh atau komprehensif. Pendekatannya pun tidak hanya pada angggaran tetapi pendekatan geografis dan geopolitik dari bangsa Indonesia. Terlebih mengingat persoalan tidak hanya ada di Pulau Jawa saja. ***

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Disetujui RUPSLB, Indo Internet Siap Stock Split Jadi Rp10 per Saham

JAKARTA-Manajemen PT Indo Internet Tbk (EDGE), emiten di bidang telekomunikasi,

Kisah Advokat Yudi Yang 3 Tahun ”Disandera” dengan Status Tersangka

JAKARTA-Advokat yang menjadi korban kriminalisasi Yudi Rhisnandi  menilai surat dakwaan