JAKARTA-Nilai tukar rupiah pada perdagangan Jumat (15/3) diperkirakan melemah karena minimnya sentimen positif yang masuk ke pasar uang, baik yang berasal dari internal maupun eksternal.
“Rupiah diperdagangkan di range 9.700-9.720 per dollar Amerika Serikat (AS),” ujar analis valas PT Harvest Futures International, Tonny Mariano di Jakarta, Kamis (14/3).
Dari internal kata dia, defisitnya neraca perdagangan serta melemahnya kinerja neraca berjalan yang disebabkan tingginya neraca impor terutama migas menekan rupiah.
Akibatnya, permintaan dollar AS sebagai alat pembayaran internasional meningkat sehingga kurs dollar AS terus menguat.
Sementara itu, tergerakan rupiah semakin terbatas menyusul berkurangnya cadangan devisa Indonesia.
“Aksi ambil untung di bursa saham memberi imbas negatif terhadap nilai tukar rupiah,” jelas dia.
Demikian juga dengan kondisi eksternal. Saat ini, kondisi eksternal tidak terlalu bagus. Terutama data ekonomi China, terkait pertumbuhan ekonomi yang melemah.
Kondisi ini cukup mengkhawatirkan pelaku pasar global sehingga mereka berpaling ke dollar AS. Artinya, ekonomi China tidak seoptimis perkiraan.
Akibatnya, investor berhati-hati dan cenderung mengalihkan portofolionya ke mata uang yang kuat sehingga berdampak pada pelemahan rupiah.
Kondisi Eropa juga kurang kondusif bagi penguatan rupiah.
Dinamika politik yang terjadi dibeberapa negara Eropa juga menjadi penyumbang pelemahan rupiah, terutama menyangkut kebijakan politik anggaran.
“Jadi, kombinasi eksternal dan internal terus membayangi pergerakan rupiah,” jelas dia.
Menurut dia, pelaku pasar masih bersikap wait and see. Data-data ekonomi global belum membaik.
“Dan kemungkinan, ada beberapa dari AS yang akan mempengaruhi pergerakan rupiah,” urai dia.
Namun demikian, tekanan terhadap rupiah tidak terlalu dalam karena Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi dipasar uang.
“BI standby di pasar valas untuk menjaga nilai tukar rupiah,” pungkas dia.