Penyelesaian Sengketa Tanah Adat

Tuesday 28 Jul 2020, 5 : 29 pm
by
kuasa hukum ahli waris menolak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai eksekutor atas putusan Pengadilan.
Praktisi Hukum Edi Danggur, S.H., M.M., M.H

Oleh: Edi Danggur SH, MM, MH

Opini ini diedit dari makalah dengan judul yang sama, yang pernah penulis bawakan dalam Seminar Budaya Manggarai di Anjungan NTT, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta pada tanggal 15 Agustus 2015.

Dalam seminar itu penulis diminta untuk menjelaskan apakah hukum adat Manggarai dapat diandalkan untuk menyelesaikan berbagai sengketa tanah adat di Manggarai pada saat ini.

Dalam berbagai diskusi, orang sering membuat pembedaan hukum atas dua jenis yaitu hukum negara dan hukum adat.

Pembedaan demikian mempersepsikan seolah-olah masing-masing jenis hukum itu mempunyai pendukungnya di tengah masyarakat, yang terpolarisasi karena dianggap terlalu memuja salah satu dari dua jenis hukum itu.

Masyarakat pendukung hukum negara dipersepsikan sebagai masyarakat hukum yang merasa diri lebih gaul, sehingga dalam batas tertentu mereka dianggap angkuh.

Kalau berperkara di pengadilan, mereka lebih suka berargumentasi dengan pasal-pasal hukum negara, baik yang sudah dalam bentuk kodifikasi maupun yang tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan.

Sebaliknya masyarakat pendukung hukum adat dianggap sebagai masyarakat pemuja hukum yang sudah usang (out of date) sebuah sindiran untuk hukum adat.

Kelompok ini menganggap adil jika suatu suatu sengketa tanah adat diselesaikan dengn menggunakan mekanisme hukum adat.

Pembedaan hukum negara dan hukum adat itu sebenarnya sangat menyesatkan. Sebab keduanya dipertentangkan, seolah-olah keduanya berada di dunia yang berbeda, tidak berada di ruang dan waktu yang sama.

Bisa dimengerti jika cara berpikir dikotomis seperti ini dengan mudah membuat tudingan negatif terhadap hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan sengketa tanah adat.

Terkait topik di atas, ada tiga pokok pikiran yang ingin disampaikan dalam tulisan ini.

Pertama, apakah keberadaan hukum adat saat ini masih tetap kontekstual?

Kedua, apakah hukum adat itu berada di luar hukum positif seperti dipersepsikan banyak orang?

Ketiga, apakah hukum adat sering digunakan oleh hakim sebagai sumber hukum dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan sebuah sengketa tanah adat?

Hukum Adat Tetap Kontekstual
Sejak lama, di berbagai kebudayaannya yang sudah maju sekalipun, orang tetap menyadari bahwa desa adalah sumber kebijaksanaan, yang ditopang oleh sistem hukum adatnya yang kuat.

Seiring dengan globalisasi dalam praktek hukum, orang tidak begitu mudah meninggalkan hukum adat mereka. Sebuah cerita dari Negeri China berikut ini menggambarkan hal tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Terkait Kebakaran Hutan, 3 Perusahaan Dicabut Izinnya, 1 Dibekukan

JAKARTA-Pemerintah telah mengambill tindakan tegas terhadap 4 perusahaan yang melakukan
Utang global bond ini jika terealisasi semuanya maka nilainya mencapai 536 triliun rupiah, itu dari global bond saja. Lalu bagaimana utang Pertamina sekarang yang nilainya sudah hampir 600 triliun rupiah.

Daeng: Kebijakan Pajak Pemerintahan Semakin Kejam

JAKARTA-Pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengeritik