BOGOR-Industri pertanian yang integratif bisa mendorong Indonesia menjadi poros Agro Maritim dunia. Apalagi Agro-Maritim 4.0 bisa menjadi visi Indonesia ke depan. Karena dampaknya yang sangat luas.
“Secara ekonomi visi ini akan menguntungkan, karena mengemban sistem pertanian low cost,” kata Rektor IPB, Arif Satria saat memberi sambutan pada peringatan puncak syukuran Ultah ke-8, Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) dan sekaligus kuliah umum bertema “Pembangunan Pertanian yang Visioner dan Integratif” di Aula CCR Institut Pertanian Bogor (IPB), Kamis (13/12/2018).
Ketua Dewan Pakar PISPI tersebut panjang lebar menjelaskan tentang bagaimana visi Indonesia kedepan. “IPB sendiri sedang mengusung transformasi IPB Agro-Maritim 4.0, yaitu pengembangan, peningkatan kualitas, kuantitas fasilitas produksi dan pemasaran dalam sistem pertanian serta kelautan,” tambahnya yang sekaligus membuka kuliah umum yang terselenggar dengan dukungan PT Pegadaian.
Lebih jauh Ketua PISPI Periode 2010-2015 meyakini metode Agro Maritim 4.0 juga akan meningkatkan nilai tambah. Sehingga pada akhirnya mempengaruhi besaran GDP dan tentu berdampak pada kesejahteraan petani dan nelayan yang semakin membaik.
“Dalam pelaksanaan Agro-Maritim 4.0, kita akan memanfaatkan teknologi seperti penggunaan Drone dalam proses usaha tani dan QR Reader untuk melihat kebutuhan unsur hara dan kondisi tanaman,” ujarnya.
Saat ini, lanjut Arif, IPB sedang mengembangkan aplikasi FRS (Fire Risk System) yang digunakan untuk mendeteksi dini risiko kebakaran hutan, prakiraan risiko kebakaran hutan dan titik api pada saat kebakaran hutan. Sehingga permasalahan kebakaran hutan dapat diminimalisir.
“Selain itu, IPB juga tengah mengembangkan aplikasi check fruits, yaitu aplikasi untuk mendeteksi rasa buah tanpa harus mencicipi buah tersebut. Dengan adanya sistem sensor, rasa dan kualitas buah bisa diketahui dengan pasti,” tambahnya
Sementara itu, Ketua Umum BPP PISPI, Sunarso yang juga hadir dan memberi kuliah umum setelah Rektor IPB menjelaskan gagasan PISPI tentang Visi Pembangunan Pertanian Indonesia. PISPI menilai pembangunan pertanian seharusnya bersifat visioner dan integratif.
“Visioner yang dimaksud adalah pembangunan pertanian Indonesia dalam jangka panjang, yakni 50-100 tahun. Karena permasalahan pertanian akan selalu berkembang ke depan, dibutuhkan pemecahan masalah yang visioner dan konsistensi kebijakan,” terangnya.
Selanjutnya, kata Sunarso, Integratif adalah pembangunan pertanian Indonesia yang tidak bisa serta merta hanya diserahkan kepada Kementerian Pertanian semata. Namun juga harus dikerjakan bersama-sama lintas sektoral.
Menurut Sunarso, strategi pembangunan pertanian yang visioner dan integratif ini tersusun dalam konsep “Agriculture Reform” yaitu pembaruan pertanian yang menitikberatkan pada kejelasan tata ruang, pembangunan infrastruktur, pola pengusahaan pertanian, kelembagaan pertanian, riset dan teknologi tepat guna, supply chain manajemen, aspek keuangan, forcasting/monitoring neraca produksi dan stok nasional, dan terakhir membangun industri berbasis pertanian.
Solusi penerapan strategi-strategi tersebut dibutuhkan undang-undang yang mempunyai visi jangka panjang dan tidak berubah ketika pemerintahan berganti. “Saat ini visi Pembangunan Nasional hanya berjangka 20 tahun sebagaimana yang tertera dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025. PISPI berpandangan bahwa 20 tahun itu tidak cukup, kita harus punya UU Visi Pertanian Indonesia untuk 100 tahun kedepan!”, sambungnya.
Bahkan Sunarso mendukung gagasan Raktor IPB, soal visi Agriculture Reform yang visioner dan terintegratif tentu akan mempercepat terwujuddnya visi Indonesia sebagai poros Agro-Miritim Dunia. ***