PKS Nilai APBN Sudah Tidak Sehat

Monday 27 Aug 2018, 6 : 28 pm
by

JAKARTA-Anggota Komisi XI DPR RI dari FPKS Ecky Awal Mucharam mengingatkan pemerintah akan beban bunga utang yang makin bertambah.

“APBN kita habis dipakai untuk membayar bunga utang. Di outlook APBN 2018, pos pembayaran bunga utang sebesar Rp 249 T dan akan bertambah menjadi Rp 275 T dalam RAPBN 2019. Ini sudah tidak sehat,” ujar Ecky kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (25/8).

Ecky menjelaskan, angka ini nilainya fantastis karena sudah menjadi pos belanja terbesar setelah belanja rutin. Lebih besar dari belanja modal, belanja sosial, dan belanja subsidi.

Sementara proporsi pembayaran bunga terhadap total belanja negara pun makin meningkat. Di akhir pemerintahan SBY, proporsi bunga utang terhadap belanja pemerintah pusat hanya 11,1 persen, sekarang sudah 17,2 persen.

“Beban bunga ini mengalami lonjakan karena pemerintahan Jokowi sangat jor-joran berutang. Pemerintah harus menjelaskan kondisi utang secara utuh ke publik. Misalkan memang ada Rp 396 T utang yang dilunasi di tahun ini, tapi perlu diingat net pembiayaan di outlook APBN 2018 dalam bentuk penerbitan SBN adalah sebesar Rp 388 T. Artinya jumlah utang baru yang ditarik sekitar Rp 784 T,” ujarnya.

Sementara di tahun 2017 jelas Ecky, pemerintah melunasi utang SBN sebesar Rp 284 T, tetapi menarik utang SBN baru sebesar Rp 726 T. Sementara di 2016 pemerintah melunasi Rp 254 T, tetapi menambah sebesar Rp 660 T. Oleh karena itu selama pemerintahan Jokowi dari tahun 2015-2018, stok utang pemerintah dalam bentuk SBN bertambah sebesar Rp 1.600 Triliun

“Ini artinya, kita sudah nyaris masuk dalam jebakan utang (debt trap) karena kita berutang sekedar untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang sebelumnya. Ujung-ujungnya yang menikmati adalah para investor khususnya asing yang menerima pembayaran bunga utang tiap tahunnya. Sebagai catatan, surat utang negara kita yang hampir separuhnya dikuasai asing. Ini juga berbahaya untuk stabilitas ekonomi dan nilai tukar rupiah,” imbuhnya.

“Jadi jangan selalu membandingkan debt to GDP ratio dengan negara lain untuk menjustifikasi utang kita, karena kenyataannya biaya utang kita yang mahal telah menggerus APBN. Negara lain yang debt to GDP ratio besar itu bunganya lebih murah dari kita. Dan lebih memprihatinkan lagi, di era pemerintahan Jokowi debt to GDP ratio kita pun terus naik dari 24 persen menjadi 29 persen,” tutup Ecky.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kejari Surabaya Berupaya Tagih Kerugian Negara Miliaran Rupiah

SURABAYA-Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya tengah berupaya menagih dan memulihkan uang

PKB: Hari Santri Harus Jadi Momentum Menata Kehidupan Berbangsa

JAKARTA-Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berharap pemberlakuan Hari Santri Nasional (HSN)