Politik Dinasti Cenderung Membentuk Kartel

Monday 21 Oct 2013, 5 : 39 pm
koran-jakarta.com

JAKARTA-Politik dinasti bukan hanya berdampak buruk, namun juga berpotensi membentuk sebuah kartel. “Intinya, politik dinasti itu ounya kecenderungan untuk menciptakan kartel,” kata Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Sonny B Harmadi dalam diskusi “Pemerintahan yang bersih Sesuai 4 Pilar di Jakarta, Senin,(21/10).

Menurut Sonny, etika politik memang sangat penting dalam membangun demokrasi yang baik. Karena sesuatu yang benar secara etika, maka tidak semuanya perlu dibuat aturan. “Jadi etika politik itu memang sangat pentin,” tegasnya.

Lebih  jauh kata Sonny lagi, kekuatan parpol ini dalam menciptakan politik dinasti itu sangat luar biasa. “Makanya, yang penting itu adalah pola rekrutmen. Karena didasarkan pada trust (kepercayaan) yang dibangun pada internal,” terangnya.

Meski begitu, lanjut Sonny, secara perlahan pola rekrutmen ini akan makin berkualitas. Hal ini seiring dengan makin menyusutnya jumlah parpol. “Saya percaya jumlah parpol terseleksi dengan  makin sedikit, sehingga bisa meningkatkan kualitas,”  ucapnya.

Namun sambungnya, selama masih ada peluang atau celah dalam membentuk politik dinasti, tentu sangat sulit untuk mencegahnya. “Kalau masih ada market, ya susah mencegahnya,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Rektor Universitas Mathla’ul Anwar, Ali Nurdin, Banten mengakui meski tidak dilarang, dinasti politik dianggap tidak memberikan sumbangan positif apapun terhadap kemajuan demokrasi. “Banten adalah contoh sempurna dinasti politik dan ekonomi rente yang didukung premanisme,” ungkapnya.

Menurut Ali, dinasti Ratu Atut dibangun di atas struktur ekonomi-politik (premanisme) yang dibangun ayahnya, Tubagus Chasan Sochib. Berasal dari kedekatan Soeharto dengan Haji Mahmud (Ciomas). Belakangan, Chasan Shocib menjadi kepercayaan Soeharto untuk mengamankan Golkar di Banten.

Lebih jauh kata Ali, ada 4 pilar yang memperkuat dinasti, antara lain, pertama, konsolidasi birokrasi dengan menempatkan orang-orang yang dianggap loyal untuk posisi kepala dinas dan jabatan-jabatan strategis di daerah.

Lalu, kedua, konsolidasi proyek menguasai proyek-proyek yang dibiayai APBD dan APBN mulai dari perencanaan sampai implementasi. Ketiga, konsolidasi partai politik, menempatkan para kerabatnya, atau orang yang dianggap loyal, untuk mengisi jabatan di partai-partai politik. Keempat, konsolidasi kelompok masyarakat didukung oleh jaringan kelompok jawara-preman, Persatuan Pendekar Persilatan dan Seni Budaya Banten (PPPSBBI), juga ada Relawan Banten Bersatu (RBB) yang sering menjadi tulang punggung dinasti ini pada setiap kampanye.

Sedangkan Ketua Komisi II DPR, Agun Gunanjar, politik dinasti tidak menjadi persoalan jika dirancang dalam sistem dan tata kelola rejim pemerintah yang benar.  “Masalahnya, demokrasi kita masih merayap dan merangkak,” pungkasnya. **cea

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Sektor Wisata, Aman Dari Covid Kunci Sukses WSBK & Kebangkitan Pariwisata

LOMBOK-Perhelatan World Superbike (WSBK) 2021 Mandalika di tengah Pandemi Covid-19

FSP BUMN Desak KPK Usut Dugaan Korupsi Di PTDI

JAKARTA-Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)