Politik Ekonomi Tanpa Militansi

Wednesday 28 Aug 2013, 11 : 09 pm
by
Politisi Golkar, Bambang Soesatyo

Sementara kebijakan keempat  fokus pada upaya mempercepat investasi. Pemerintah akan mengefektifkan sistem layanan terpadu satu pintu perizinan investasi.

Saat ini sudah dirumuskan pemangkasan perizinan hulu migas dari 69 izin menjadi 8 izin. Pemerintah juga akan mempercepat revisi peraturan daftar negatif investasi (DNI).

Namanya juga kebijakan, pastilah ideal. Namun, apakah empat kebijakan itu relevan untuk merespon depresiasi rupiah dan kejatuhan harga saham? Patut diragukan. Buktinya, pasar tetap saja bereaksi negatif. Ada dua tafsir yang bisa dimunculkan dari reaksi pasar seperti itu.

Pertama, pasar tidak yakin pemerintah kapabel menangkal ancaman krisis. Kedua, empat kebijakan itu memang tidak relevan dengan potensi ancaman terkini. Sebab, esensinya lebih mengarah pada upaya mempromosikan investasi dan membangun hambatan tarif untuk memperkecil volume impor barang mewah.

Padahal, persoalan paling utama yang sedang dihadapi perekonomian negara saat ini adalah nilai tukar atau depresiasi rupiah, khususnya terhadap dolar AS. Ekses dari menguatnya nilai tukar dolar AS sangat jelas; merongrong neraca perdagangan dan dampak atau pengaruhnya terhadap harga di pasar dalam negeri, karena BBM dan sebagian komoditi pangan diimpor.

Sepanjang tahun 2012 nilai impor pangan Indonesia mencapai Rp125 triliun. Lonjakan relatif tinggi, karena tahun 2011 masih di kisaran  Rp 90 triliun.

Komoditi pangan yang diimpor meliputi beras, jagung, kedelai, biji gandum, tepung terigu, gula pasir, daging sapi dan daging ayam, garam, singkong dan kentang.  Tahun ini, nilai impor bahan pangan pasti melonjak lagi karena krisis daging sapi yang berkepanjangan.

Jadi, sudah jelas bahwa Indonesia bisa dibayangi krisis ekonomi karena faktor eksternal. Fakta ini membuktikan daya tahan ekonomi negara sangat lemah.

Maka, harus ditumbuhkan militansi untuk membangun dan memperkuat fundamental ekonomi negara.

Sebagai negara agraris, Indonesia mestinya mampu memenuhi kebutuhan bahan pangan sendiri.

Dengan sumber minyak yang cukup memadai, kebutuhan akan BBM mestinya tidak seluruhnya diimpor. Cukup dengan kemauan politik, kemandirian bangsa bisa diwujudkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kebijakan Negara Maju Cenderung Protektif

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) menyebutkan tantangan bagi prospek perekonomian Indonesia dari
Jasmerah merupakan pesan yang masih sangat relevan sampai saat ini. Karena para elit bangsa Indonesia cenderung meninggalkan sejarah. Melupakan sejarah.

Pengelolaan Dana Haji Melanggar UU Keuangan Negara?

Oleh: Anthony Budiawan Judul di atas bukan pertanyaan kepada DPR