Benih Radikalisme di NTT
Kecurigaan publik NTT terhadap Shana Fatina, sangat beralasan oleh karena sebagai seorang Dirut BOP di Labuan Bajo, yang mayoritas masyarakatnya beragama Katolik, Protestan dan sedikit Muslim, maka upaya menerapkan Wisata Halal, terkandung niat tidak baik. Bahkan bisa ditafsirkan sebagai upaya untuk membangun sel-sel yang memudahkan infiltrasi Radikalisme dan Intolerasni di Manggarai Barat atau di NTT.
Karena bagaimanapun program Wisata Halal ini sudah pasti mengintegrasikan nilai-nilai syariah ke dalam aktivitas pariwisata di Labuan Bajo.
Sebagai Dirut BOP Labuan Bajo, Shana Fatina harus memegang teguh amanat pasal 18B ayat (2) UUD 1945, dimana negara secara tegas mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan hukum masyarakat adat beserta hak-hak tradisionlnya sesuai dengan prinsip NKRI. Sedangakn posisi hukum syariah sendiri tidak termasuk dalam struktur formal hukum positif di Indonesia.
Karena itu kebijakan menerapkan Wisata Halal di Labuan Bajo, NTT, tidak memiliki landasan hukum apapun, tidak dikenal di dalam UU No. 10 Tahun 2009, Tentang Kepariwisataan dan di dalam UU No. 5 Tahun 2017, Tentang Pemajuan Kebudayaan, bahkan bertentangan dengan visi besar negara yang terkandung dalam ketentuan pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial dan Budaya NTT di Jakarta