JAKARTA-Perjalanan sejarah soal munculnya konvensi capres di Indonesia ini sebenarnya lebih karena “terpaksa”.
Misalnya di Partai Golkar, dulu akibat Ketua Umum DPP Golkar Akbar Tandjung ketika itu tersangkut kasus Bulog.
“Konvensi yang digelar PD, juga akibat SBY tidak bisa nyapres lagi. Kalau tidak, belum tentu ada konvensi di Demokrat,” kata Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari dalam diskusi ‘Posisi konvensi Partai Demokrat di tengah dinamika koalisi’ Rabu (23/4/2014).
Menurut Qodari, sistem konvensi itu merupakan langkah terbaik untuk memilih capres, seperti di Amerika Serikat.
Karena itu partisipasi dan kepercayaan rakyat AS sangat tinggi terhadap partai.
Berbeda dengan Indoensia, parpol terus mengalami penurunan kepercayaan.
“Kalau di AS siapapun capresnya, maka akan didukung karena ikatan emosional rakyat terhadap Demokrat sangat tinggi, juga Republik. Tapi, tidak di Indonesia dengan banyaknya partai ini,” ujarnya.
Hal itu kata Qodari, karena partai di Indonesia tidak mengalami konsolidasi.
Sehingga tingkat kepercayaan rakyat terhadap partai makin menurun dari 70 %, 50 %, dan 30 %.
Karena itu, figur capres-cawapres akan menentukan pilihan rakyat.
“SBY misalnya, butuh waktu panjang sejak menjadi menteri di era pemerintahan Megawati 2002 sampai pemilu 2009 plus BLT dan sebagainya. Tanpa plus-plus itu juga belum tentu dukungan rakyat akan besar,” tambahnya.
Namun demikian Qodari meyakini, SBY akan membuat kejutan banyak pihak dan akan serius memperjuangkan dalam koalisi yang akan diputuskan.
“Kalau tetap akan maju sebagai capres, Demokrat bisa koalisi dengan PAN dan PKB yang loyal dalam setgab selama ini,” paparnya
Namun Qodari belum mengetahui secara persis, siapa sebenarnya akan didorong menjadi capres PD kalau membuat poros sendiri.
“Apakah yang akan menjadi capres itu Pramono Edhie, Dahlan iskan dan lainnya. Saya kira SBY tak akan tinggal diam, melainkan akan berperan dan tidak akan ikut dalam permainan koalisi yang sudah ada. Memang SBY lemah di internal PD, tapi kuat di luar,” pungkasnya. **cea