Rakyat Belum Dapat ‘Deviden’ Dari Demokrasi

Monday 23 Dec 2013, 4 : 23 pm
Wakil ketua MPR, Melani Leimena Suharli (tengah) didampingi pimpinan MPR lainnya, Hajriyanto Y. Thohari (kanan) dan Lukman Hakim Saifuddin (kiri) dengan lugas menyampaikan pandangan dan pemikirannya mengenai kehidupan perpolitikan di Indonesia yangpenuh dinamika, ada pertarungan dan perseteruan dan bagaimana peran MPR dalam dalam berupaya menetralisir dan mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara pada saat menyampaikan refleksi akhir tahun 2013, Senin, 23/12/2013 di Gedung Parlemen RI, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan Jakarta Pusat. Sementara itu, pimpinan MPR lainnya menyatakan bahwa berkat kerjasama yang cukup intens dengan media, MPR semakin dikenal masyarakatnya dan Ikon MPR, Empat Pilar semakin membumi dan dikenal masyarakat.

JAKARTA-Praktek demokrasi di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda yang berkaitan dengan kesejahteraan.

Dengan kata lain, rakyat belum dapat manfaat.

“Rakyat belum bisa mengambil ‘deviden’,” kata Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y. Thohari di Jakarta, Senin, (23/12).

Menurut Hajriyanto, pemilu yang sukses itu bisa menghasilkan efektifitas pemerintahan, baik presiden maupun wakil presiden dan juga anggota DPR.

“Jadi ini tantangan pemilu 2014, bagaimana rakyat bisa optimis berpartisipasi,” tambahnya.

Lebih jauh kata Ketua DPP Partai Golkar ini, pemilu dan pemilukada justru makin membuat rata korupsi ke daerah.

“Tingginya korupsi di Indonesia ini terlihat dari makin banuaknya pejabat negara dan daerah yang ditangkap,” tegasnya.

Hajriyanto mengibaratkan korupsi itu seperti esa hilang dua terbilang.

“Artinya, korupsi mengalami proses kaderisasi yang cukup berhasil,” ucapnya.

Bukti ini, sambung Hajriyanto, pejabat negara belum sungguh-sungguh mengamalkan nilai dan prinsip dari Empat Pilar Negara, terutama Pancasila.

“Berbagai amanat UUD 1945 sabagai turunan pertama dari Pancasila juga belum diwujudkan dengan baik oleh para pejabat negara,” terangnya.

Hajriyanto mencontohkan buruknya pengamalan Pancasila dan UUD 1945 oleh pejabat negara, salah satunya pelaksanaan UUD 1945 Pasal 23 Ayat (1) yang berkenaan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Pasal itu menyebutkan anggaran dan pendapatan negara sebagai wujud pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, hal itu belum dilaksanakan,” katanya.

“Amanat UUD`45 adalah APBN harus dilaksanakan secara terbuka, bertanggung jawab, dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tiga kunci pelaksanaan APBN itu belum bisa diwujudkan dengan baik oleh pejabat negara,” lanjutnya.

Hal itu, menurut dia, mengakibatkan masih tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia yang belum bisa ditangani, yakni sebanyak 29,5 juta jiwa penduduk Indonesia masih hidup dalam kemiskinan.

“Itu angka yang sangat besar. Bahkan, `gini ratio` kita saat ini sudah menembus 0,41 persen. Ini menunjukkan adanya kesenjangan yang sangat besar,” ungkapnya.

Keadaan tersebut, kata Hajriyanto, terkait erat dengan pelaksanaan APBN yang tidak terbuka dan kurang bertanggung jawab.

“Postur APBN kita itu belum sejalan dengan amanat UUD 1945 dan Pancasila. Intinya, masyarakat belum dapat mengambil dividen (keuntungan) dari pengamalan nilai Pancasila oleh para pejabat negara,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Asuransi Cakrawala Proteksi Resmikan 3 Kancab Baru

JAKARTA-PT Asuransi Cakrawala Proteksi terus melakukan ekspansi bisnisnya di 2015

Serap Dana Desa Rp56 Miliar, PUPR Gelar PKT Permukiman Pada 10 Kabupaten

JAKARTA-Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan pembangunan sarana