RCEP Justru Memperburuk Krisis Kesehatan dan Ekonomi di Tengah Pandemi

Thursday 11 Jun 2020, 10 : 21 pm
by
IGJ
Koalisi masyarakat sipil untuk keadilan ekonomi melakukan aksi penolakan terhadap perjanjian RCEP yang sedang dirundingkan oleh Indonesia.

Maulana menambahkan Indonesia sudah memiliki perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) dengan 15 negara RCEP lainnya, terbaru FTA dengan Australia.

Tarif produk ekspor Indonesia ke negara-negara tersebut sudah sangat rendah bahkan nol persen, rezim investasi di Indonesia sudah terbuka untuk investor asing.

Ekspor Indonesia ke negara-negara RCEP tidak akan signifikan berubah, malah mungkin akan banjir impor produk negara RCEP.

“Karena itu, menyelesaikan merundingkan RCEP seharusnya bukan prioritas,” tegas Maulana.

Kritik atas RCEP tidak hanya datang dari kelompok masyarakat sipil, tetapi negara peserta seperti India.

Third World Network, Lutfiyah Hanim mengatakan, pada November 2019 lalu, India memutuskan untuk keluar dari perundingan RCEP setelah menganalisa teks perjanjian RCEP yang sedang dirundingkan akan meningkatkan defisit neraca perdagangan India dengan mitra negara RCEP seperti China.

Juga adanya kekuatiran atas industri local dan nasib sector pertanian khususnya nasib peternak susu akan banjir produk impor yang disampaikan berbagai kelompok masyarakat di India kepada pemerintahnya.

Arieska Kurniawaty dari Solidaritas Perempuan menegaskan sepatutnya Pemerintah fokus pada penanganan COVID-19, seperti banyak negara yang berupaya untuk mencari pengobatan dan vaksin untuk COVID-19.

Sementara yang dilakukan Pemerintah berkebalikan.

“Perjanjian RCEP bisa menghambat akses pada obat dan vaksin yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dalam draftnya mengatur perlindungan HKI (hak kekayaan intelektual) yang akan memperkuat monopoli perusahaan farmasi atas obat dan vaksin” ujar Arieska.

Selain itu, Arieska menyoroti RCEP yang meliberalisasi semua sektor.

“Perjanjian ini berpotensi mendorong fleksibilitas tenaga kerja tanpa upaya perlindungan hak-hak tenaga kerja. Dalam hal ini perempuan yang lebih banyak mengalami tekanan penurunan upah, standar layak kerja maupun perlindungan hak-hak lain” demikian disampaikan Arieska.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

TPDI

Perilaku Intimidatif, TPDI Desak Polri Hentikan Kasus Aiman Witjaksono

Petrus melihat, pada Pilpres kali ini Polri bersikap beda dan

ICMI: Tak Ada Negara Yang Senyaman Indonesia Untuk Beribadah

JAKARTA-Bangsa Indonesia dianggap sebagai wilayah yang paling aman dan nyaman