Reformasi Agraria Jalan Ditempat

Wednesday 6 Mar 2013, 10 : 49 am
bimacenter

JAKARTA-Reformasi agraria yang dijalankan pemerintah ternyata jalan ditempat. Padahal PP no. 11 tahun 2010 tentang tanah terlantar sebenarnya jika dijalankan dengan konsisten sudah bagus namun kenyataannya tak jalan. “Ini sekedar jadi dokumen tertulis, alias tak bisa menjadi instrumen penyelesaian tapi Presiden terlihat tidak serius ,” kataWakil Ketua Pansus Agraria dan Sumber Daya Alam DPD RI Anang Prihantono dalam diskusi “Reformasi agraria dan kesejahteraan daerah”. Juga hadir dalam diskusi itu, Ketua Panja Konflik dan sengketa tanah DPR RI Hakam Nadja di Jakarta,Rabu, (6/3)

Oleh karena itu, kata Anang lagi, pihaknya mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin langsung pelaksanaan reforma agraria untuk menyelesaikan berbagai konflik agraria. “Kuncinya presiden harus memimpin. Presiden harus memimpin langsung. Ini harus tegas,” tegasnya

Lebih lanjut Anang menjelaskan selama ini konflik di Indonesia 2/3 diantaranya dipicu karena persoalan sengketa agraria. Makanya, DPD akan mendrong terbentuknya Komisi Penyelesaian Konflik agraria. Namun tambahnya komisi harus ada batas waktu. “DPD siapkan juga pengadilan agraria. Kami setuju buat model-model penyelesaian kasus agraria,” jelasnya

Ketua Panja Konflik dan sengketa tanah DPR RI Hakam Nadja menegaskan reforma agraria pada intinya soal penataan lahan. “Prinsipnya tak boleh orang kuasai lahan sangat besar sementara disisi lain ada orang yang tidak memiliki lahan sama sekali,” ujarnya

Menurut Hakam program redistribusi tanah adalah niscaya. Menurut Hakam caranya dengan lakukan inventarisasi terhadap para petani tak punya tanah. Selain itu lahan-lahan yang ditelantarkan akan dikuasai negara. Misalnya tanah yang dibiarkan lima tahun akan diambil negara. “Kuncinya pimpinan tertinggi, Presiden yang harus melakukannya. Kita dorong kepala negara untuk memimpin langsung,” tuturnya.

Sementara terkait redistrusi tanah, konsepnya, pertama, tanah yang di-redistribusi ke rakyat tak bisa dialihkan. Kedua, ada tanah milik bersama atau Tanah adat misalnya, sehingga tak bisa dimiliki perorangan. “Ini menjadi tanah milik masyarakat bersama dan dikelola bersama,” imbuhnya

Lebih jauh Hakam mengakhawatirkan masalah tanah yang tidak ditangani serius, maka negara ini bisa karam. Sebab, rakyat nantinya tak lagi bisa memiliki tanah dan justru dikuasai oleh kelompok pemodal. “Padahal, tanah, air, dan udara ini harus dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat adalah menjadi masalah prinsip dalam revisi UU PA. Karena itu, Presiden harus turun tangan untuk menyelesaikan kompleksitas tanah ini,” paparnya. **can

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Airlangga Gaungkan Industri Halal, Pemerintah Diminta Fokus Soal Kebijakan

JAKARTA – Pemerintah berupaya mengakselerasi pengembangan industri halal nasional dan

KPK Tetapkan R Tersangka TPPU

JAKARTA-Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti permulaan yang cukup