Sekitar 30% Kades Tak Mau Calonkan Lagi

Friday 4 Jan 2013, 12 : 44 pm
by
anggota Fraksi Gerindra DPR, Sadar Subagyo

JAKARTA-Banyak kepala desa (kades) ternyata tak mau lagi menjabat kedua kalinya. Meski ada kesempatan untuk mencalonkan lagi.

Alasanya menjabat kepala desa harus deficit.

“Ada temuan menarik ternyata sekitar 30% kepala desa tidak mau mencalonkan lagi meskipun baru satu periode menjabat. Karena menjadi kepala desa selain menjadi ujung tombak pembangunan juga akhirnya menjadi ujung tombok (tekor),” kata anggota Fraksi Gerindra DPR, Sadar Subagyo dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (4 /1).

Menurut anggota legislative Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah VIII ini, saat ini menjabat kepala desa tak seperti masa orde baru.

“Di era reformasi pasca pemilihan kades adalah masa-masa yang sangat sulit untuk rekonsiliasi karena persaingan cenderung childish dan terbawa sampai 3 tahun setelah pemilihan,” tambahnya.

Lebih jauh Sadar menjelaskan selama reses guna membangun komunikasi yang intens antara rakyat dengan wakilnya secara sistemik.

Sampai saat ini, Sadar yang juga anggota Komisi XI DPR ini sudah mengunjungi 40 desa di 27 kecamatan di Kabupaten Banyumas.

“Setelah dari Kabupaten Banyumas, akan dilanjutkan dengan desa-desa di Kabupaten Cilacap,” paparnya.

Dikatakan anggota Komisi XI DPR ini, basis komunikasi dibangun dengan cara mengunjungi 1-2 desa per kecamatan.

Alhasil, selama reses ini, dia mengaku sudah mengunjungi banyak desa.

Dari hasil kunjungan ini jelas dia, banyak sekali temuan yang mencengangkan seperti sukses story pembangunan desa yang tidak pernah terekspose.

Dia menambahkan, salah satu kesalahan struktural adalah bentuk desa “janggolan”. Ini adalah desa yang sangat miskin sehingga desa tidak mampu memberikan tanah “bengkok” untuk penghidupan aparat desa.

“Namun yang mengusik adalah sudah rakyatnya miskin malah mereka diwajibkan iuran bergotong royong untuk menggaji kepala desa dan perangkatnya. Sungguh tidak adil,” jelas dia.

Karena itu saran dia seharusnya desa-desa yang seperti ini dijadikan kelurahan saja sehingga semua perangkat desa otomatis menjadi tanggungan negara.

Fakta lainnya ujar Sadar, beberapa kepala desa ternyata rumahnya sangat sederhana bahkan berlantai setengah tanah. Ironinya, ini terjadi di Jawa yang notabene merupakan daerah paling maju pembangunannya.

“Satu hal yang patut dicatat adalah kita wajib menyapa para tokoh desa utamanya para kepala desa sebagai wujud komunikasi sambungrasa yang saya yakini dapat mengurangi money politik. Karena yang mereka butuhkan adalah sapaan dan dimanusiakan,” imbuh dia.

Selain itu, ucap dia, perlu dibukakan akses agar desa mereka dikenal yang pada gilirannya produk yang dijual laku dipasaran.

“Mereka butuh bimbingan dan dibukakan akses ke CSR,” pungkasnya. **can

Don't Miss

Liabilitas MBSS Per Kuartal II-2202 Melonjak 143,8% Jadi USD20,8 Juta

JAKARTA-PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) per Kuartal II-2022, mencatatkan

Tangkal COVID-19, Minum Jus Jeruk Dengan Kulitnya

BOGOR-Saat ini wabah COVID-19 sudah merebak dimana-mana. Lalu, bagaimana kita