Skandal Jiwasraya, Gagalnya OJK

Monday 8 Jun 2020, 2 : 44 pm
by
ILustrasi dok bagirajatega

Oleh: Mohamad Guntur Romli

Setelah skandal Jiwasraya masuk ke pengadilan, semua mata kini mengarah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

OJK adalah lembaga pengawas independen. Kalau lembaga ini bekerja dengan baik, maka tidak akan ada pasien-pasien Jiwasraya ‘dirawat’ di Kejagung.
Padahal gaji pegawai di OJK fantastis.

Apalagi komisionernya, gaji sahnya sudah ratusan juta sebulan. Katanya sampai 300 juta sebulan. Wow!

Sebenarnya tak masalah digaji mahal, asal kinerjanya juga bernilai mahal.

Apalagi OJK mengawasi sektor berputarnya duit, kalau digaji kecil khawatir jatuh pada godaan duit yang terkutuk.

OJK digaji pakai duit rakyat, bukan cuma para nasabah yang menitipkan duitnya di industri keuangan, tapi semuanya ikut urunan.

Karena ibarat tubuh, satu saja sektornya sakit, maka semuanya akan kena imbasnya. Ini yang disebut berdampak sistemik.

Oleh karena itu, mengawasi tujuannya mencegah dari penyimpangan, agar tidak sakit dan krisis.

“Al-Wiqayah khairun minal ilaj” (mencegah lebih baik daripada mengobati) kata orang-orang Arab.

Inilah tugas utama OJK, mengawasi sektor keuangan agar tidak sakit, karena kalau sudah sakit dampaknya bisa parah, dan juga bukti OJK tidak maksimal bekerja, seperti skandal Jiwasraya ini.

Kerugiaan akibat Jiwasraya ditaksir Rp 16 Triliun. Astagaaa! Jutaan nasabah menjerit. Ternyata tidak hanya Jiwasraya.
Ada juga kasus Bumiputera, Asabri, Taspen yang disebut-sebut menjadi ‘korban’ (atau sengaja dikorbankan) melalui permainan investasi di pasar modal.

Tugas utama OJK mengawasi semua itu. OJK dibayar mahal untuk mencermati industri itu. Bahkan OJK punya wewenang melakukan pemeriksaan dan penyelidikan.

Tugas OJK adalah melakukan pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyelidikan serta penegakan hukum agar industri keuangan dan pasar modal sehat dan melindungi konsumen.

Kalau ada industri keuangan jatuh sakit dan krisis, selain para pemain langsung yang diperiksa, baik manajemen dan emiten, pengawas juga harusnya diperiksa.
Kalau ada permainan, kok bisa lolos dari pengawasan? Pengawasnya tidur, ditidurkan atau pura-pura tidur tapi tetap gaji yang tinggi?

Takutnya seperti yang bisa diiibaratkan dengan sepak bola kita yang tidak maju dan selalu ada rusuh, ternyata selain ada masalah di klub, juga pihak penyelenggara eh ada ‘mafia wasit’.

Wasit ini pengawas, pengadil, penghukum di lapangan tapi karena tidak bekerja dengan baik (meski bukti fisik ada di lapangan) akhirnya ada pengaturan skor pertandingan, ada sepak bola gajah, pelanggaran pemain tidak disemprit dan berpihak.

Kacau balau lah permainan dan dunia sepak bola kita.

Kita apresiasi Kejagung yang serius membongkar skandal Jiwasraya (dan menyusul skandal-skandal lainnya) tapi harusnya kasus ini hanya menjadi masalah pasar modal dan investasi yang bisa ditangani OJK kalau bekerja dengan baik, dan bisa mengambil keuntungan dan pertumbuhan ekonomi kita.

OJK tidak bisa cuma ngeles dari skandal Jiwasraya ini. Saya agak geram dengan komentar enteng dan ngeles gaya Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen yang menggeser isu dari tugasnya di OJK yang harusnya mengawasi seolah-seolah ia dituntut membongkar kasus pidana.

“Kenapa Kejagung? Karena kewenangannya ada di mereka. Kalau saya, OJK yang menangani kasus ini, nanti jadi tabrakan dengan Kejagung.

Bisa diomeli saya kenapa OJK ngurusi pekerjaan instansi orang,” tuturnya seperti dikutip dari detikcom Minggu 16 Februari.

Seharusnya kalau OJK bekerja dengan baik maka Jiwasraya tidak masuk pasien Kejagung. Bagi saya dan logika orang awam pun, dalam skandal Jiwasraya ada digaan peran lembaga pengawasan OJK.

Bagaimana perannya? Itulah yang harus diperiksan dan diumumkan secara terbuka ke publik (transparan), apakah di periode OJK ini, atau periode sebelumnya?

Jadi Pak Hoesen yang dituntut dari anda dan lembaga anda adalah pengawasan, bukan penegakan hukum pidana. Tugas lembaga anda adalah memastikan industri keuangan seperti Jiwasraya itu sehat.
Toh, kasus itu dibongkar juga berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Terus OJK ngapain? Bagaimana dengan tugas OJK selama ini?

Oh ya, saya juga tidak setuju tuntutan OJK dibubarkan. Kita harusnya menuntut OJK bekerja maksimal.

Selama ini semestinya dalam industri keuangan fokus ke pencegahan daripada penindakan (kasus pidana), inilah tugas utama OJK.

Bagaimana sistem bekerja dalam pengawasan agar orang tidak bisa jadi maling, atau kemalingan. Inilah kunci kesuksesan OJK.

Ini juga menjadi fokus Presiden Jokowi, bagaimana ekonomi terus tumbuh dan industri keuangan sehat, dengan lebih membangun sistem yang kuat, transparan, melalui pengawasan dan pencegahan.

Tapi dengan masuknya skandal Jiwasraya ini ke Kejagung, justru memperlihatkan gagalnya OJK.

Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial di Jakarta

tulisan ini diambil dari akun facebook Mohamad Guntur Romli https://www.facebook.com/GunRomli

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Rosan Roeslani Tempati Posisi Lowong Presiden Komisaris BUMI

JAKARTA-Setelah sempat tidak memenuhi persyaratan kuorum kehadiran pada 23 Juli

Saham “Oversold” Mampu Dongkrak IHSG

JAKARTA-Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin,