Struktur Ekonomi Ramah Terhadap Bisnis Waralaba Asing

Wednesday 11 Mar 2015, 11 : 01 pm
by

JAKARTA-Kekayaan budaya Indonesia seharusnya melahirkan produk-produk bernilai tinggi yang bisa dijual dengan sistem waralaba. Namun, kenyataannya, pasar lokal justru dijamuri waralaba asing. Hal ini disebabkan struktur ekonomi nasional memang tidak ramah dengan pebisnis waralaba lokal. “Secara tradisional pernah ada waralaba kue putu, jual sate. Nah, kenapa kita tidak (bergerak) di sektor itu lagi?” tuturnya. “Tumbuh-tumbuh waralaba lain, mart cs, kedai kopi, seven eleven (waralaba minimarket AS). Indonesia nggak bisa. Ada apa?” tanya  Advisory Board Chairman Mandiri Institute Darmin Nasution dalam forum diskusi “Fastering Enterpreuneurship Ecosystem in Indonesia” Jakarta Rabu (11/3).

Seperti diketahui, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2014, jumlah wirausaha di Indonesia masih sekitar 1,6 persen dari jumlah penduduknya. Jumlah tersebut masih kurang jika dibandingkan dengan syarat sebagai negara maju. Jumlah wirausahanya harus minimal 2 persen dari total jumlah penduduknya.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) menargetkan jumlah wirausaha  mencapai 2,5 persen pada 2015 dari total jumlah penduduk untuk mendukung Indonesia sebagai negara maju pada 2025.

Darmin menilai struktur ekonomi Indonesia menjadi penghambat kemajuan bisnis waralaba nasional. “Ada sesuatu yang salah dalam struktur ekonomi kita. Sistem informasi kembangkan di provinsi. Jejaring antara toko besar dengan yang kecil (perajin, petani agro),” jelasnya.

Sementara itu, pengusaha Indonesia, Firmansyah Budi Prasetyo mengatakan menjadi negara maju pada 2025 maka salah satu cara yang dilakukan adalah dengan meningkatkan jumlah wirausaha (enterpreneur) di Indonesia.

Sebagai negara berkembang, jumlah wirausaha Indonesia saat ini masih sangatlah minim jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti salah satunya Malaysia.

Sebagai contoh dalam‎ hal dukungan modal ke para wirausaha, Malaysia memiliki kebijakan yang lebih unggul dibanding Indonesia. “Kami beberapa waktu lalu ke Malaysia‎, di sana itu pinjaman ke para masyarakatnya berbeda, untuk yang pribumi itu bunganya lebih kecil, untuk yang non pribumi itu lebih tinggi 1 persen,” kata Firmansyah dalam acara Expert Group Discusion di Mandiri Club, Jakarta, Rabu (11/3).

Dengan salah satu kebijakan semacam itu, Firmansyah mengatakan dapat meningkatkan pertumbuhan wirausaha di setiap negara cukup signifikan termasuk salah satunya Indonesia. Tidak hanya itu, cara pemberian kelonggaran bagi warga pribumi tersebut juga menjadi bagian bentuk dukungan pemerintah secara nyata bagi para wirausaha di setiap negaranya. “Nah kira-kira Indonesia bisa menerapkan seperti itu tidak untuk mendukung para calon wirausaha,”  pungkasnya

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Meski Pendapatan Turun, Laba Bersih AKRA di Kuartal Pertama Naik Jadi Rp305,31 Miliar

JAKARTA- PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) pada Kuartal I-2021 mampu
Penghentian sementara perdagangan saham TIRA terbatas pada upaya untuk melakukan cooling down

Pekan Depan, BEI Tetapkan Perubahan Maximum Price Movement Untuk ETF

JAKARTA-Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku akan menerapkan salah satu inisiatif