Sulit Berkembang, UMKM Lemah Dalam Perjanjian Usaha Kemitraan

Thursday 11 May 2017, 4 : 26 pm
Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), R. Kurnia Sya’raine dalam diskusi bertema kan ‘Peran KPPU Dalam Perlindungan UMKM’ di restoran New Tawang, Jakarta, Rabu (11/5/2017)

JAKARTA-Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai sulitnya UMKM mengembangkan diri, karena dalam perjanjian usaha terlihat posisinya lemah.

Makanya KPPU berupaya memberikan pemahaman soal hak-hak itu kepada para pelaku UMKM kecil.

“Termasuk soal pentingnya melakukan perjanjian dengan pelaku-pelaku usaha besar. Supaya  yang kecil ini kalau bermitra dengan yang besar, ada perjanjian yang tertulis dan jelas. Sehingga kalau pun ada yang tidak terpenuhi dari perjanjian tersebut atau dibohongi, bisa lapor ke KPPU,” kata Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), R. Kurnia Sya’raine dalam diskusi bertema kan ‘Peran KPPU Dalam Perlindungan UMKM’ di restoran New Tawang, Jakarta, Rabu (11/5/2017).

Lebih jauh Kurnia menjelaskan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) kecil sangatlah kurang diberikan kesempatan untuk berkembang.

“Sebenarnya memang untuk mengembangkan UMKM ini tidak terlalu sulit, sebab bisa bermula dari hal-hal yang kreatif,” tambahnya.

Meskipun, sambung dia, untuk membuat UMKM besar, memerlukan teknologi tertentu.

Selain itu, selama ini pelaku UMKM tidak diberikan kesempatan untuk mengetahui hak-haknya.

Sementara itu Direktur Pengawas Kemitraan KPPU, Dedy Sani Ardi menjelaskan bicara masalah UMKM selalu mekanismenya adalah pemberdayaan.

Namun sayangnya keberadaab UMKM selalu stuck terus.

Bahkan hampir 99,99% UMKM jalan ditempat dan hanya 0,01% bisa berkembang menjadi besar.

“Permasalahannya karena Peraturan Pemerintah (PP) tidak kunjung muncul, makanya KPPU berusaha untuk mengakselerasi. Kita coba melakukan perlindungan, bentuknya dengan memfasilitasi. Artinya negara memfasilitasi untuk mendorong kemitraan antara usaha besar dan kecil,” katanya.

Dedy memetakan ada tiga persoalan besar yang menghambat, yakni permodalan, pemasaran dan bahan baku.

Saat ini KPPU sudah mengundang sejumlah perusahaan besar guna mengidentifikasi pola perjanjiannya seperti apa.

Ternyata banyak hal di sana yang sangat eksploitatif. Intinya menggunakan UMKM sebagai market bukan mitra.

UMKM dijadikan alat untuk kepentingan usaha mereka.

“Nah ini yang akan kita edukasi, sehingg ada ketakutan pelaku usaha besar untuk diproses hukum,” terangnya.

Yang penting dalam kemitraan itu masalah perjanjian, kata Dedy, kasus yang terjadi di Tegal, UMKM memproduksi komponen kapal, terutama untuk jendela kapal.

Namun setelah barang jadi ternyata tidak jadi dibeli. Karena tidak ada perjanjian tertulis, selama ini hanya trust saja.

“Akibatnya, chas flow UMKM itu terganggu, akhirnya malah mandeg. Makanya kemarin KPPU dengan Komisi VI DPR bertemu membahas soal ini. Artinya negara harus hadir di sana. Kita akan undang juga untuk soal pembiayaannya, jadi biar mereka tidak susah. Kita dorong agar ada perjanjian tertulis,” paparnya.

Selain itu, lanjut Dedy, dalam perjanjian itu harus saling menguntunkan.

Yang sekarang terjadi pada industri peternakan, bukan kemitraan tapi mereka menjadoli buruh.

“Kemudian UMKM itu dibebankan hutangm karena harga inpunya tidak tahu,” cetusnya.

Dikatakan Dedy, KPPU ingin memperbanyak dan membangun kemitraan antara pengusaha besar dengan UMKM.

Karena itu KPPU hadir bukan untuk menghukum tapi memperkuat dalam konteks kemitraan.

“Kita ingin dorong persoalan UMKM ini untuk menjalin kemitraan, agar UMKM ini secara bertahap bisa naik kelas. Sehinga kontribusinya bukan hanya 50%,” pungkasnya. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Industri Smelter Nikel Senilai USD 1 Miliar Beroperasi di Konawe

KONAWE-Industri pengolahan dan pemurnian (smelter) berbasis nikel semakin menggeliat seiring

PUPR Berikan Bantuan Perbaikan Jalan di Kabupaten OKU

JAKARTA-Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan bantuan perbaikan