Tukar Menukar Kawasan Hutan di Pulau Jawa Bisa Memicu Konflik Agraria

Wednesday 30 Dec 2015, 6 : 00 am
by
Forum Pengajar, Peneliti dan Pemerhati Agraria, Lingkungan dan Kebudayan

JAKARTA-Kebijakan tukar-menukar kawasan hutan di Pulau Jawa bukanlah solusi yang tepat untuk menyelamatkan Pulau Jawa dari krisis ekologis yang berlangsung saat ini. Tukar-menukar justru dapat memicu konflik agraria karena belum adanya jaminan ‘clear and clean’ dari lahan pengganti yang disediakan. “Tukar menukar juga tidak dapat mengganti hilangnya fungsi ekologis pada lahan yang ditukar,” ujar salah seorang pegiat lingkungan hidup dari Universitas Pancasila Dr. Myrna Safitri di Jakarta, Selasa (29/12).

Menurutnya, konflik agraria di Pulau Jawa, khususnya di areal Perum Perhutani, relatif tinggi dalam hal jumlah dan frekuensi. Dalam catatan HuMa (2013), dari 72 konflik terbuka kehutanan yang terjadi di Indonesia,  41 (empat puluh satu) konflik hutan terjadi di Jawa yang nota bene diurus oleh Perum Perhutani. Dalam satu dasawarsa terakhir ini setidak-tidaknya 108 warga desa hutan mengalami kekerasan dan kriminalisasi.  “Kami mendesak agar Presiden segera memimpin pelaksanaan Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dengan membentuk jaringan pemantau yang beranggotakan unsur pemangku kepentingan secara transparan dan akuntabel,” ujar Myrna.

Sebelumnya, lebih dari 258 tokoh, baik yang berasal dari kalangan akademisi, tokoh agama dan kebudayaan serta aktivis social menyampaikan  keprihatinan terhadap penanganan krisis ekologi dan sosial di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, kepada Presiden Joko Widodo.  Mereka yang tergabung dalam Forum Pengajar, Peneliti dan Pemerhati Agraria, Lingkungan dan Kebudayan berharap agar Presiden menyelamatkan lingkungan dan sumber daya alam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, dengan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mencegah berlanjutnya krisis social dan ekologis melalui kebijakan yang progresif disertai implementasi yang tepat. “Proyek-proyek pembangunan di Jawa, secara khusus industri semen, waduk, pembangkit listrik tenaga uap berbasis batubara, dan penambangan mineral lain masih belum memberikan keadilan lingkungan dan sosial pada rakyat khususnya masyarakat terdampak. Bahkan di beberapa tempat masih belum menghormati hak-hak rakyat atas tanah permukiman dan pertanian yang telah dikuasai turun-temurun,” koordinator Forum yang juga pengajar di Institut Pertanian Bogor (IPB) Soeryo Adiwibowo di Jakarta, Selasa (29/12)

Dalam pernyataannya, Forum ini meminta Presiden menugaskan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk menghentikan proses tukar-menukar kawasan hutan di Pulau Jawa dengan tidak menerbitkan keputusan mengenai tukar-menukar tersebut kecuali untuk kepentingan bencana alam. Juga menugaskan Menteri LHK untuk memeriksa izin-izin lingkungan proyek-proyek yang memohonkan tukar-menukar kawasan guna memastikan adanya partisipasi dan penghormatan hak-hak rakyat. Juga meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN untuk mengkaji ulang RTRW Kabupaten/Provinsi yang diduga dilakukan untuk memuluskan proyek-proyek infrastruktur yang tidak mengindahkan prinsip keadilan lingkungan. Serta mengkaji ulang proses pengadaan tanah di lokasi-lokasi proyek tersebut yang patut diduga berjalan di luar ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. “Kami berharap Presiden dapat menugaskan Menteri BUMN untuk mengevaluasi praktik penanganan konflik yang dilakukan oleh Perum Perhutani, serta keabsahan tukar-menukar kawasan hutan di areal Perum Perhutani. Menugaskan Menko Bidang Perekonomian dan Menteri LHK untuk memeriksa kembali kelayakan lingkungan seluruh rencana industri semen, penambangan emas, penambangan pasir besi, waduk dan pembangkit listrik tenaga uap di Pulau Jawa. Serta memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk mengusut tuntas tindakan-tindakan kekerasan terhadap masyarakat, lebih khusus pada kasus-kasus konflik agraria dan sumberdaya alam, yang dilakukan oleh oknum aparat Polri/TNI dan membawanya ke dalam proses hukum yang terbuka dan independen,” kata peneliti dari Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Bank Jatim Bukukan Laba Bersih Rp743 Miliar

JAKARTA-PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) Tbk pada

Indonesia Pasok 56% Rumput Laut Dunia

MALUKU-Potensi industri pengolahan rumput laut di Indonesia mesti dipacu mengingat