Turunkan Biaya Interkoneksi, Indosat dan XL Raup Untung Dua Kali

Wednesday 7 Sep 2016, 3 : 28 am
by

JAKARTA-Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi menilai sikap Indosat, XL dan Tri yang nekat menerapkan biaya interkoneksi baru, meski Kemkominfo menunda pemberlakuannya sangat tidak fair. Hal itu terjadi karena mereka ingin meraup untung dua kali. “Bahkan biaya jaringan Indosat dan XL sudah di bawah (Rp204) itu. Biaya jaringan Indosat di sekitar Rp 86 dan XL Rp 65. Itu menurut perhitungan mereka. Jadi betul mereka akan untung dua kali, jika tarif interkoneksi diberlakukan simetris pada Rp 204. Sedangkan Telkomsel akan rugi dua kali,” kata Ridwan.

Menurut Ridwan, Indosat dan XL memang mau mencari untung sebanyak-banyaknya dari polemik biaya interkoneksi ini, tanpa mau memikirkan masyarakat. Kengototan mereka ingin menerapkan tarif interkoneksi baru itu adalah agar mereka dapat untung dua kali.

Keuntungan pertama urainya, biaya jaringan XL dan Indosat masing-masing Rp 65 dan Rp 86. Dari sini, dengan menerapkan biaya interkoneksi yang baru (Rp 204), XL untung Rp 139, sedangkan Indosat untung Rp 118 per menit percakapan. “Ini keuntungan pertama Indosat dan XL,” kata Ridwan.

Keuntungan kedua adalah, ketika ada pelanggan Indosat Ooredoo menelepon ke pelanggan Telkomsel, perusahaan milik Ooredoo Qatar ini hanya membayar biaya interkoneksi sebesar Rp 204, bukan lagi 250 per menit. Demikian juga dengan XL. “Jadi, Indosat dan XL di sini untung lagi Rp 46,” kata Ridwan.

Padahal, lanjutnya, bagi masyarakat tidak ada keuntungan signifikan yang bisa mereka nikmati. Bahkan, operator telekomunikasi milik Axiata Malaysia dan Ooredoo Qatar itulah yang akan menikmati keuntungan. “Bagaimana masyarakat bisa menikmati keuntungan, biaya interkoneksi hanya turun Rp 46, sedangkan tarif offnet yang dibebankan kepada masyarakat di kisaran Rp 2000 per menit. Jadi, keuntungan itu akan jadi tambahan keuntungan perusahaan (Indosat dan XL),” kata Ridwan.

Bahkan, Ridwan yakin, operator telekomunikasi tidak akan menurunkan tarif yang dibebankan kepada pelanggan (tarif retail), karena tujuan perusahaan memang mencari keuntungan semata dari polemik penurunan biaya interkoneksi ini. “Feeling saya, operator tidak akan serta merta menurunkan tarif retail,” kata Ridwan.

Alasan lain yang diungkapkan Ridwan, adalah keengganan Indosat, XL, Tri dan Smartfren untuk memenuhi kewajibannya membangun jaringan telekomunikasi di seluruh pelosok Tanah Air. Selama ini, Telkomsel dan Telkom yang membangun jaringan telekomunikasi hingga ke seluruh pelosok Nusantara, bahkan hingga ke daerah perbatasan dengan negara-negara tetangga. “Mereka (Indosat, XL, Tri dan Smartfren) kan hanya membangun di daerah perkotaan saja. XL, bahkan, semuanya 100% yang bangun jaringan adalah Huawei, dan XL tinggal sewa saja. Makanya biaya jaringannya murah banget,” kata Ridwan.

Seperti diketahui Dirut dan CEO PT Indosat Alexander Rusli dan PTDirut XL Axiata Dian Siswarini telah menyatakan akan tetap ngotot menerapkan biaya interkoneksi baru, meski Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) tak jadi menurunkan biaya interkoneksi per 1 September 2016.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemkominfo Noor Iza telah menyatakan, Surat Edaran (SE) No 1153/M.KOMINFO/PI.0204/08/2016 belum bisa diterapkan per 1 September 2016. Oleh karena itu operator telekomunikasi menggunakan acuan biaya interkoneksi Rp 250.

Sedangkan Dirut Smartfren Merza Fachys, yang juga ketua umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), mengatakan, biaya interkoneksi diberlakukan secara business to business (B2B) atau kesepakatan masing-masing operator.

Ridwan sependapat dengan Merza Fachys. “Biaya interkoneksi yang baru tidak bisa diterapkan tanpa perjanjian B2B. Biaya interkoneksi kan urusan perusahaan A bayar ke perusahaan B. Jadi, ini murni B2B,” kata Ridwan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Menkeu: Reformasi Untuk Memperbaiki Daya Saing

JAKARTA-Meskipun saat ini fokus untuk memulihkan Indonesia dari pandemi Covid

Menperin Raih Komitmen Investasi Rp 40 Triliun Hingga 2023

JAKARTA-Sejumlah pelaku industri skala besar di Jepang telah menyampaikan komitmennya