Utang Menambah Bolong APBN

Thursday 19 Sep 2013, 11 : 34 am
by

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus melakukan penyelidikan penggunaan utang luar negeri karena sampai saat ini, pemanfaatan utang tidak tepat sasaran.  Bahkan, utang yang diterima ini justru melahirkan industri korupsi di Indonesia. “Jadi, saya sangat setuju kalau utang ini diaudit. Penyelidikan oleh beberapa ekonom sejak 1985-1986, utang itu gali lobang tutup lobang. Artinya, utang yang diterima habis untuk bayar utang,” jelas pengamat perbankan Achmad Iskadar di Jakarta,  Kamis (19/9).

Berdasarkan catatan redaksi www.beritamoneter.com, pasca krisis moneter pada tahun 1997/1998, utang luar negeri (ULN) pemerintah membengkak dalam jumlah sangat besar. Sebelum krisis, jumlah ULN pemerintah masih sekitar US$53,8 miliar. Karena pemerintah terus menambah pembuatan ULN baru, jumlahnya membengkak menjadi sekitar US$117.790 miliar pada April 2013 (Bank Indonesia, April 2013). Jika ditambah dengan Surat Berharga Negara, secara keseluruhan total utang pemerintah Indonesia hingga April 2013 telah mencapai Rp2.023,72 triliun (DJPU, Juni 2013). Atau rata-rata setiap warga negara Indonesia menanggung utang sekitar Rp 8,5 juta. Utang pemerintah di masa pemerintahan SBY mengalami peningkatan hingga mencapai Rp724,22 triliun dari akhir tahun 2004, dimana jumlah utang pemerintah masih sekitar Rp1.299,50 triliun. Sayangnya, tidak ada tanda-tanda bahwa pemerintah akan mengurangi utang secara signifikan.

Kondisi utang pemerintah yang terus meningkat, menyebabkan anggaran negara terus tersedot untuk membayar utang. Total pembayaran cicilan pokok dan bunga utang pada tahun 2005 mencapai Rp126.768 triliun, atau sekitar 24,8 persen dari total belanja negara yang berjumlah Rp509.632 triliun. Pada tahun 2013, pemerintah merencanakan membayar cicilan pokok dan bunga utang sebesar Rp299,708 triliun, atau sekitar 17,3 persen dari total belanja negara pada APBNP 2013 yang berjumlah Rp1.726,2 triliun. Total pembayaran cicilan pokok dan bunga utang dalam dan luar negeri sejak 2005-2012 telah mencapai Rp1.584,879 triliun. Ini artinya, jika pemerintah selalu menjadikan subsidi BBM sebagai kambing hitam, maka sebenarnya lewat pembayaran utang, pemerintah terus memberikan subsidi kepada pihak asing, orang kaya pemilik surat berharga negara dengan imbal-hasil yang tinggi, serta sejumlah perbankan yang menikmati pembayaran bunga obligasi rekap. Kontras dengan porsi anggaran kemiskinan yang hanya mencapai Rp23 triliun pada tahun 2005, atau hanya sekitar 4,5 persen dari total belanja negara. Pada tahun 2013 total anggaran kemiskinan berjumlah Rp115,5 triliun, atau hanya sekitar 6,7 persen dari total belanja negara.

Menurut Iskandar, utang yang diterima ini tidak berkualiatas karena utang itu tidak memberikan benefit  di Indonesia. Utang tidak memberi kontribusi bagi pembangunan.  “Utang ini hanya menambah bolong APBN. Bahkan APBN habis untuk bayar utang,” jelas dia.

Iskandar mempertanyakan pemanfaatan utang ini. Karena sampai saat ini, kegunaan sangat tidak jelas. “Secara operasional, kebocoran utang yang kita terima ini  hampir 30 persen. Dan banyak yang menyebut, utang kita utang najis,” imbuh dia.

Namun ironisnya kata dia, nafsu berutang tidak pernah surut, kendati utang ini memandulkan APBN dan tidak memberikan manfaat apa-apa bagi ekonomi Indonesia. “Saya kira, sudah sangat jelas, utang ini tidak ada gunanya. Utang ini hanya menambah penderitaan rakyat Indonesia,” jelas dia.

Dia melihat, utang yang diterima Indonesia tidak lebih sebagai pintu menuju perbudakan. Indonesia semakin tidak berdaya karena syarat yang diberikan pemberi utang sifatnya mengikat. “Dan banyak persyaratan utang yang merusak ekonomi kita dengan agenda liberalisasinya. Liberasi perbankan kita juga buah dari persyaratan utang,” kata dia.
Lebih lanjut dia mengatakan utang ini hanya menguntungkan elit politik yang terlibat langsung dalam proses negosiasi utang. “Utang ini melahirkan industri korupsi  di Indonesia bahkan pertumbuhannya sangat tinggi sekali. Dan utang ini, nggak ada manfaatnya bagi rakyat banyak,” imbuh dia.

Karena itu kata dia, KPK harus berani mengaudit utang ini. “Jangan hanya urus korupsi yang ecek-ecek. KPK harus berperan menjadi penjaga gawang keadilan,” tegas dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Terlalu Berat untuk Rakyat, Gerindra Minta Kenaikan Ongkos Haji Rp 69 Juta Dikaji Ulang

LAMPUNG-Partai Gerindra meminta pemerintah mengkaji kembali rencana kenaikan Ongkos Naik Haji

CBA: Perjalanan Dinas 2015 Rugikan Negara Rp 99,6 Miliar

JAKARTA-Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan