Selain itu, dalam suatu organisasi yang linier, demikian juga “relasi” antara Kementerian BUMN dengan Pertamina, tidak lazim jika jabatan Wamen dan Wakomut dipegang oleh orang yang sama. Kondisi semacam ini akan mempengaruhi atau menciptakan kondisi psikologis yang tidak nyaman bagi yang bersangkutan dan dan para karyawan di sekitarnya, baik itu di Kementarian BUMN maupun yang di Pertamina.
Dengan posisi dua jabatan tersebut, bisa jadi ke depan relasi interaksi antara BG dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kurang kondusif atau bisa menimbulkan gesekan karena ego sektoral di antara mereka berdua. Di satu sisi sebagai Wamen, BG menjadi pimpinan Ahok. Sebagai Wakomut, BG menjadi “bawahan” Ahok.
Dipastikan, kondisi semacam ini sangat tidak nyaman bagi BG, Ahok dan karyawan lain di sekitarnya.
Oleh karena itu, ada dua solusi agar tidak terjadi “gesekan” sosial di Kementerian BUMN dan (dengan) Pertamina ke depan. Pertama, BG bisa saja secara ksataria menarik diri dari Wakomut, karena sulit baginya mundur dari Wamen BUMN, karena persoalan kepercayaan Presiden kepada BG.
Kedua, orang yang memberikan jabatan Wakomut kepada BG bisa saja menjabut atau menganulir jabatan tersebut demi mewujudkan pengelolaan Pertamina lebih sehat ke depan. Semoga
Penulis adalah Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner di Jakarta