Komitmen Indonesia Melindungi Hutan Harus Diperkuat

Thursday 5 Mar 2015, 8 : 40 pm
by

JAKARTA-Agenda perubahan iklim dan komitmen Indonesia dalam melindungi hutan perlu mendapat perhatian lebih dari Pemerintah Indonesia. Demikian diserukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global dalam pernyataannya kepada Pers. Hal ini dilatarbelakangi oleh terbitnya Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2015 tentang Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menggabungkan dua kementrian sekaligus 2 K/L setingkat kementrian yakni, Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dan Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+).

Secara umum, koalisi mengapresiasi niat baik Presiden untuk mengefisienkan birokrasi dengan menyatukan beberapa lembaga yang memiliki kewenangan dan fungsi yang saling terkait. Akan tetapi, terkait perubahan iklim, hal ini menciptakan peluang dan tantangan tersendiri yang menyangkut karakter dari isu perubahan iklim, baik di tingkat nasional maupun internasional. Karakter yang dimaksud antara lain, perubahan iklim sebagai dampak akumulatif, fungsi lintas sektor, mendesak dan bertenggat waktu, serta tidak boleh melangkah mundur (no-backsliding).

Untuk membangun dan merehabilitasi ketahanan sosial masyarakat dari dampak perubahan iklim, Koalisi mengusulkan agar pemerintah menjalankan agenda adaptasi sama kuatnya dengan mitigasi tanpa meninggalkan inisiatif-inisiatif yang telah dimulai sebelumnya. Koalisi juga mendesak Pemerintah agar melimpahkan fungsi koordinasi, pengawasan, dan evaluasi kepada Kementrian Koordinasi Perekonomian, dan jika memungkinkan, Kantor Presidenan, sehingga memiliki kewenangan lintas sektor lebih kuat. “Sudah bukan rahasia bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh pelepasan emisi berdampak besar pada ketahanan nasional. Banjir,  longsor,  kekeringan,  dan  kebakaran  hutan  seolah-olah menjadi menu wajib setiap tahun. Lahan kritis di dalam kawasan hutan telah mencapai lebih dari 27 juta hektar.  Kondisi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil juga terancam karena naiknya  permukaan  air  laut.

Keanekaragaman  hayati  yang  merupakan  kekayaan  Indonesia kini  dalam  kondisi  rentan.  Sementara,  di  laut  ukuran  ikan  semakin  menyusut  karena berkurangnya kadar oksigen dalam laut akibat pemanasan global,” ujar aktifis Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), Muhammad Djauhari.

Koalisi menilai bahwa penanganan iklim yang berubah dengan demikian membutuhkan peran berbagai sektor, tidak hanya KLHK saja. Sebagaimana diungkapkan oleh Sisilia Nurmala Dewi dari Perkumpulan HuMa, “Kerangka kerja perubahan iklim tidak hanya bicara soal mitigasi, melainkan juga upaya adaptasi terhadap dampak yang sudah termanifestasi. Perubahan mendasar terhadap model pembangunan ekonomi juga menjadi kunci.  Oleh karena itu, setidaknya ada 6 rumpun K/L yang perlu saling bersinergi, yaitu Kantor Kepresidenan, Menko Perekonomian, Menko Kemaritiman, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menko Politik Hukum dan HAM, serta Lembaga Pemerintah Non Kementrian dan/atau Lembaga Non Struktural lainnya.” Fungsi lintas sektor ini juga timbul demi melaksanakan berbagai prasyarat keberhasilan penanganan perubahan iklim yang inisiatifnya telah dimulai dalam pemerintahan sebelumnya, yakni Kebijakan Satu Peta, Pemetaan Partisipatif, Moratorium Izin, Penyelesaian Konflik dan Hak Masyarakat Hukum Adat/ Komunitas Lokal, serta Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan.

Sementara itu, Pengkampanye Politik Hutan Greenpeace, Yuyun Indradi, memberikan penekanan soal pentingnya melanjutkan dan memperkuat agenda moratorium izin di dalam kawasan hutan dan lahan gambut demi tata kelola yang lebih laik. “Namun dengan catatan pemerintah harus menutup berbagai celah hukum yang melegalkan konversi hutan alam dan gambut, memperketat pengawasan dan penegakan hukum, serta meninjau ulang berbagai kebijakan pembangunan yang justru mengancam lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat,” imbuhnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Muhamad Kosar dari Forest Watch Indonesia, “Laju deforestasi di Indonesia saat ini masih tinggi. Hal ini diakibatkan oleh kegiatan konversi dan alih fungsi, rendahnya kinerja usaha kehutanan, maupun konflik hutan dan lahan. Tidak kunjung redanya persoalan ini didorong oleh kebijakan kehutanan yang bersifat responsif dan tidak secara kuat menyentuk masalah pokok di sektor kehutanan yakni lemahnya tata kelola hutan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Mengurangi Risiko Terpapar Covid-19, Sequis Gelar Vaksinasi Masyarakat Samarinda & Makassar

SAMARINDA-PT Asuransi Jiwa Sequis Life (Sequis) mengadakan kegiatan vaksinasi covid-19

KEIN: Kemajuan Teknologi Dorong Pertumbuhan Ekonomi

JAKARTA-Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Soetrisno Bachir menilai