Kisruh DCT OSO, KPU Berpotensi Picu Kegaduhan Nasional

Wednesday 23 Jan 2019, 2 : 53 pm

JAKARTA-Ngototnya sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tak mau melaksanakan perintah PTUN dinilai sebagai pembangkangan terhadap hukum. Bahkan bisa menimbulkan kegaduhan nasional. Padahal sudah jelas, tertera dalam putusan PTUN bernomor W2.TUN1.287/HK.06/I/2019 terkait pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. “Calon yang kalah, baik caleg maupun capres-cawapres memiliki peluang hukum untuk menggugat hasil Pemilu. Yaitu menggugat kebsahan MPR. Sehingga MPR cacat hukum,” kata Waketum Hanura, Gede Pasek Suardika dalam diskusi “Potret Kerja Politik DPD RI dan Situasi serta Kondisi menjelang Pemilu 2019” di Jakarta, Selasa malam (22/1/2019).

Seperti diketahui, dalam pokok sengketa terutama point 7, bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka dengan ini diperintahkan kepada tergugat atau Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor : 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT, tanggal 14 Nopember 2018 yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut. Putusan tersebut ditandatangani Ketua PTUN Jakarta, H Ujang Abdullah,SH Msi.

Dengan tidak melaksanakan putusan itu, kata Gede Pasek, maka hasil Pemilu 2019, terutama keberadaan lembaga tinggi negara (MPR) yang langsung berkaitan dengan kepemimpinan negara dipertanyakan legalitasnya. “Polemik kegaduhan itu bisa menimbulkan instabilitas nasional. Bisa saja berujung pada chaos,” tambahnya.

Yang jelas, sambung senator asal Bali, ada perbedaan antara Undang-Undang Pemilu dengan Undang-Undang (UU) lainnya. Pemberlakuan pasal-pasal dalam UU Pemilu hanya berlaku saat tahapan Pemilu mulai berjalan. “Begitu pasal-pasal itu berlalu maka pasal itu menjadi mati suri, karena akan berlaku tahapan berikutnya,” terangnya.

Misalnya, kata Pasek lagi, syarat pendaftaran antara lain A,B,C dan lainnya. Namun ketika sudah melewati tahapan berikutnya, maka pasal yang mengatur tentang tahapan itu sudah tidak lagi berlaku. “Begitupun dengan tahapan lainnya. Contoh, ketika masuk tahapan DCS kemudian DCT. Maka, persyaratan DCS sudah tak berlaku lagi,” cetusnya.

Oleh karena itu, keputusan MK tidak boleh berlaku surut. Apalagi putusan PTUN itu selesai dan incraht. Makanya harus dijalankan. Dalam putusan MK itu, ada yang dikejar oleh waktu. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Perkuat Tren Investasi Emas Digital, PPEDI Resmi Jadi Mitra BAPPEBTI

JAKARTA-Para Pedagang Fisik Emas Digital yang sudah memperoleh persetujuan dari

Belum Bayar Sukuk, Pefindo Pangkas Peringkat Wijaya Karya Jadi idD(sy)

JAKARTA-PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengumumkan, pihaknya menurunkan peringkat Sukuk