Finteh Bisa Kurangi “Shadow Banking”

Tuesday 27 Feb 2018, 5 : 50 pm
kompas

JAKARTA-Interkonektivitas antara industri keuangan termasuk dengan perusahaan finansial berbasis teknologi (fintech) perlu menjadi prioritas dalam pengembangan sistem pembayaran karena dapat meningkatkan basis data dan mengurangi kegiatan shadow banking. “Pandangan kami adalah bagaimana mengembangkan interkonektivitas antara platform, bagaimana menghubungkan fintech dengan industri yang sudah lama formal, itu akan menjadi jalan untuk menghindari shadow banking,” kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Tingkat Tinggi BI-IMF bertema besar “New Growth Models in a Changing Global Landscape” di Jakarta, Selasa.

Perry yang juga Calon Gubernur BI 2018-2023 mengatakan, industri fintech sedang berkembang pesat di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia dengan aset dan dana kelolaan yang terus meningkat.

Tentunya, besarnya industri fintech jangan sampai dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang tidak terkelola dan tanpa dilandasi prinsip kehati-hatian seperti shadow banking.

Shadow banking dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang beroperasi seperti lembaga keuangan formal namun tidak diatur oleh peraturan atau pengawasan oleh regulator, layaknya operasional bank pada umumnya.

Untuk mencegah shadow banking, kata Perry, fintech harus terkoneksi dengan bank atau lembaga keuangan resmi. Selain itu, Bank Indonesia juga sudah membuat Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway/NPG) yang dapat menjadi platform integrasi untuk dimanfaatkan fintech. “BI sudah jelaskan bagaimana progresifnya kami mengembangkan digitalisasi ekonomi, tapi kami juga bicara soal infrastruktur dan platform legalnya,” ujar dia.

Pada diskusi yang sama, Deputi Gubernur Bank Sentral Malaysia Jessica Chew mengatakan Asia Tenggara harus fokus untuk mengoptimalkan potensi dari digitalisasi ekonomi, selain bahu membahu menciptakan regulasi dan lingkungan bisnis yang kondusif.

Malaysia, kata dia, mengawasi pengembangan ekonomi digital termasuk “fintech”, namun tetap terbuka terhadap perkembangan bisnis baru dari ekonomi digital. “Kami berpikir keras, dan lebih keras setiap hari bagaimana memaksimalkan peluang dari ekonomi digital,” ujarnya.

Deputi Gubernur Bank Sentral Filipina Diwa Guinigundo mengatakan Asia Tenggara juga perlu menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas untuk memanfaatkan ekonomi digital.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Masyarakat Adat Natumingka Tolak Damai Dengan PT Toba Pulp Lestari Tbk

NATUMINGKA-Masyarakat Adat Desa Natumikka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba menolak berdamai

OJK Intensif Sosialisasi Keuangan Syariah ke Masyarakat

SEMARANG-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara intensif mengenalkan produk dan jasa