JAKARTA-Kerugian PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) mencapai sekitar US$211,7 juta. Penyebab kerugian ini, karena beban usaha perseroan melonjak menjadi 14,75% US$ 1,9 miliar dari sebelumnya hanya US$ 1,7 miliar. “Adapun biaya bahan bakar saat ini di kisaran 30%-40% dari rerata biaya operasional perusahaan,” kata Direktur Utama GIAA, Emirsyah Satar, dalam laporan keuangan, Selasa (22/7).
Dalam dalam laporan keuangan itu disebutkan juga, pada periode yang sama 2013 , GIAA mencatatkan kerugian US$ 10,92 juta. Dengan begitu, rugi per saham turut naik menjadi US$ 0,00847 dari sebelumnya US$ 0,00048. “Beban operasional penerbangan mengalami kenaikan tertinggi dibandingkan beban yang lain,” ungkapnya seraya menambahkan GIAA juga tak mampu membukukan pertumbuhan pendapatan
Kerugian GIAA juga berasal dari rugi selisih kurs yang membengkak. Dalam enam bulan pertama tahun ini, GIAA mencatatkan rugi selisih kurs sebesar US$ 12,86 juta. Padahal pada 2013, GIAA masih bisa membukukan keuntungan dari selisih kurs sebesar US$ 1,4 juta.
Garuda memang memiliki eksposur terhadap risiko pasar, diantaranya risiko harga bahan bakar pesawat, nilai tukar mata uang, dan tingkat bunga. Namun, GIAA berupaya melakukan transaksi lindung nilai untuk mengelola risiko bahan bakar pesawat. “Ada upaya juga untuk mengelola pemakaian bahan bakar yang efisien,” tegasnya
Tak hanya terbeban dari rugi selisih kurs, ekspansi GIAA yang sebagian besar didanai dari utang membuat beban keuangannya membengkak hingga 84,9% menjadi US$ 42,83 juta. Total kewajiban GIAA pun tercatat hingga US$ 1,14 miliar. Sementara ekuitasnya sebesar US$ 1 miliar. Total pendapatan usaha GIAA hanya naik tipis dari US$ 1,73 miliar, menjadi US$ 1,74 miliar. Pendapatan dari penerbangan berjadwal memberi kontribusi tertinggi sebesar US$ 1,59 miliar. Sementara pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal malah turun 43,6% year on year menjadi US$ 5,9 juta. Sementara pendapatan lainnya berkontribusi sebesar US$ 140,8 juta. (ek)