Menemukan Kesejatian Pancasila

Friday 2 Oct 2015, 3 : 25 am
by

Oleh: Gabriel Mahal

Kamis 1 Oktober 2015, kita peringati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Ada pandangan-pandangan yang mengkritisi hari peringatan ini. Mulai dari soal nama, latar belakang politik dan kepentingan Presiden Kedua Soeharto, di antaranya dengan menetapkan hari ini sebagai Hari Kesaktian Pancasila maka hal itu mereduksi peran Peran Presiden Pertama Soekarno dalam peringatan Hari Kelahiran Pancasila di setiap tanggal 1 Juni.

Apapun pandangan itu atau silang pendapat mengenai Hari Kesaktian Pancasila itu, faktanya adalah 1 Oktober ini tetap diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Presiden Joko Widodo tetap menjalankan tradisi upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, dan bertindak sebagai Inspektur Upacara. Lepas pula dari pandangan yang mengkritisi dan silang pendapat mengenai Hari Kesaktian Pancasila itu, tidak ada salahnya jika hari ini dijadikan sebagai momen kontemplatif dan reflektif sejauh mana nilai-nilai luhur nan agung dan universal yang terkandung dalam sila-sila Pancasila menjadi nilai-nilai dalam kehidupan nyata pribadi, keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila itu harus diletakkan dalam konteks aktualisasi nyata kehidupan manusia Indonesia berbasis nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpinan oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai inilah pada hakekatnya merupakan citra dari Manusia Indonesia Seutuhnya.

Albert Eisntein pernah mengungkapkan, jangan coba menjadi manusia sukses, tapi cobalah menjadi manusia yang memiliki nilai-nilai (man of value). Manusia Indonesia seperti apakah yang merupakan “man of value” seperti dimaksud Albert Einstein itu? Tidak lain daripada Manusia Indonesia yang memiliki nilai Ketuhanan Yang Maha Esa yang artinya Manusia Indonesia yang tidak hanya percaya dan mengimani Tuhan sebagai penyebab adanya segala sesuatu dan merupaka tujuan segala sesuatu, tetapi juga percaya dan menyakini bahwa manusia dan sesama manusia itu merupakan gambaran Allah (Imago Dei), dan oleh karena itu Manusia Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan (the value of humanity) yang adil dan beradab. Maka, nilai Ketuhanan Yang Maha Esa itu harus diaktualisasikan secara konkrit dalam nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tidaklah mungkin kita mencapai nilai Ketuhanan yang Maha Esa itu dengan mengabaikan nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dan hanya dengan memenuhi nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab itulah kita dimungkinkan untuk mewujudkan nilai Persatuan Indonesia. Mungkinkah kita hidup dalam persatuan jika kita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita mengalami ketidakadilan dan kebiadaban dari sesama? Tidaklah mungkin! Kita akan berada dalam perpecahan, konflik, dan berada dalam situasi dan kondisi “homo homini lupus” – manusia jadi serigala bagi manusia lainnya. Maka, nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab yang merupakan proyeksi/cerminan dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa itu, merupaka prasyarat utama dan penting bagi terwujudnya nilai Persatuan Indonesia.

Dalam nilai Persatuan Indonesia itu dimungkinkan bagi kita untuk mewujudkan dan mengaktualisasi nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan/perwakilan. Untuk apa? Tidak lain daripada untuk mewujudkan nilai Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Inilah kesajatian Manusia Indonesia Seutuhnya itu. Manusia yang di dalam dirinya dan seluruh aspek kehidupannya mengandung dan mengaktualisasikan nilai-nilai luhur, mulia, dan universal yang terkandung dalam kelima sila Pancasila itu. Kesaktian Pancasila yang diperingati pada hari ini 1 Oktober, hanya akan bermakna aktual dalam diri Manusia Indonesia Seutuhnya yang dalam dirinya mangandung dan mengaktualisasikan nilai-nilai terkandung dalam kelima sila Pancasila itu. Kesaktian Pancasila itu hanya menemukan kesejatian maknanya dalam setiap insan Manusia Indonesia yang benar-benar menghayati, mengamalkan, dan mengaktualisasikan nilai-nilai kelima sila Pancasila itu. Jika tidak, peringatan Hari Kesaktian Pancasila hanya sebatas seremonial hampa, tanpa makna.*

Penulis adalah Praktisi Hukum dan Budayawan, Tinggal di Jakarta

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pengelolaan Simral Banyuwangi Jadi Acuan Pemkot Cilegon

BANYUWANGI-Sistem Informasi Manajemen Perencanaan, Penganggaran, dan Pelaporan (Simral) milik Pemkab
PT Samudera Indonesia Tbk

Butuh Modal Kerja, BFIN Cari Utang Rp1,1 Triliun di Pasar Modal

JAKARTA-PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) berencana menerbitkan surat utang