Penggunaan Dana USO Pada Proyek PLIK Diduga Bermasalah

Wednesday 1 Jun 2016, 8 : 57 am
JAKARTA, 28/9. SIDANG PARIPURNA SEPI. Suasana sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar, Jakarta, Senin, (28/9). Agenda sidang antara lain pengambilan keputusan RUU tentang Kearsipan, RUU tentang Rumah Sakit, membahas kebijakkan pemerintah menaikkan BBM, laporan penanganan bencana alam Aceh, laporan Pansus penyelidikan orang hilang 1997-1998, serta penyusunan rencana strategi DPR RI 2010-2015. FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma/pd/09

JAKARTA-Proyek Penyedia Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobile Penyedia Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) yang ada di Kominfo era Tifatul Sembiring terpaksa dihentikan. Karena diduga banyak masalah dalam pembiayaannya. “Jadi sebenarnya proyek itu menggunakan dana USO (universal service obligation). Dana ini merupakan kontribusi pelaku bisnis telekomunikasi yang menyumbang sebesar 1,25% dari pendapatan usaha mereka untuk membangun infrastruktur komunikasi,” kata anggota  Komisi I DPR dari F-PDIP Evita Nursanti ketika dihubungi, Rabu (1/6/2016).

Dalam proyek tersebut, kata Evita, pemerintah menggandeng para vendor yang kemudian dengan dana mereka sendiri untuk membangun PLIK dan MPLIK untuk layanan internet masyarakat..
“Namun dalam perjalanannya ternyata program tersebut menjadi tidak jelas. Sehingga program tersebut dihentikan,” tambahnya.

Ketidakjelasan itu, menurut Evita, karena tidak adanya sistem monitoring yang seharusnya tersambung dalam setiap unit PLIK dan MPLIK yang ada. Sehingga pemerintah bisa memonitor, mana saka PLIK dan MPLIK yang digunakan. “Berapa lama penggunaannya oleh masyarakat dan apakah penggunaan  tersebut memenuhi syarat minimal 4 jam sehingga kemudian bisa dibayarkan pemerintah,” ungkapnya.

Pemerintah  juga kemudian bisa memonitor mana PLIK dan MPLIK yang aktif dan mati, kata Evita lagi, kemudian dengan SIMLIK tersebut pemerintah bisa mengetahui berapa besaran dana yang harus dibayarkan berdasarkan penggunaan PLIK dan MPLIK yang aktif. Namun sayangnya sampai sekarang SIMLIk itu sendiri tidak pernah ada. Sehingga perthitungan pembayaran pun tidak ada dasarnya,” tambahnya.

Selain itu tidak berjalannya program tersebut menurutnya karena program pemerintah pusat itu tidak dikoordinasikan dengan baik ke daerah. Jadi meskipun program tersebut sangat baik, tapi karena perencanaan yang tidak matang, pengawasan yang lemah dan tidak adanya koordinasi yang baik, membuat program tersebut terbengkalai meski menurutnya program tersebut dibiayai dengan anggaran yang tidak sedikit.

“Memang seharusnya yang berkoordinasi dengan Pemda adalah vendor-vendor yang memenangkan proyek tersebut sebagai salah satu syarat utama bagi para pemenang tender. Namun sayangnya vendor justru kemudian men sub kan proyek tersebut ke pihak lain yang tidak mengkoordinasikan program itu dengan pemda-pemda setempat. Ini juga menjadi bahan evaluasi kita agar kedepan pelaksanaan proyek USO tidak boleh lagi di sub kontrakkan kepada pihak lain,” jelasnya.

Ditanyakan kemungkinan adanya unsur permainan proyek dalam program ini, Evita enggan menggomentarinya karena hal itu merupakan ranah aparat penegak hukum. “Saya tidak mau bicara dari aspek hukum, tapi bicara dari fungsi pengawasan terhadap jalannya proyek USO di daerah, dan kita evaluasi untuk proyek USO kedepan.Yang jelas kita melihat ada carut marut dan untuk itu kita akan perbaiki kedepannya. Mengenai kemungkinan adanya permainan itu bukan masalah kita dan kita serahkan masalah itu kepada penegak hukum.Kita hanya ingin memperbaiki model bisnis yang salah di masa lalu,” tandasnya.

Sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara juga telah mengakui beberapa proyek di Kementrian Komunikasi dan Informasi di era Tifatul Sembiring menjabat sebagai menteri bermasalah. Proyek-proyek itu pun menurutnya kini sudah dihentikan karena beberapa alasan seperti karena tersangkut permasalahan hukum, adanya pencatatan administrasi yang  tidak sesuai baik sehingga audit BPK pun memberikan disclaimer di era itu juga sehingga kementrian keuangan tidak lagi memberikan anggaran untuk melanjutkan proyek-proyek itu.

“Pembayaran dihentikan oleh Kementrian Keuangan karena ada beberapa proyek yang faktanya jadi kasus hukum. APBN  pun dihentikan karena dari sisi alokasi pendanaan dan juga dari sisi akutansi dan administrasi jadi catatan tersendiri oleh BPK.Ini juga yang membuat Kominfo mendapatkan disclaimer dari BPK,” ujar Rudiantara di Gedung DPR, Kamis malam (28/4) lalu. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Ketua DPR : Kritik Bukan Momok Menakutkan

JAKARTA-Kalangan DPR siap menerima dan tidak keberatan atas berbagai kritik,

Presiden Ingin Masyarakat Lampung Ikut Nikmati Jalan Tol

LAMPUNG-Presiden Joko Widodo menginginkan Jalan Tol Bakauheni-Palembang sebagai bagian dari