Pertumbuhan Sektor Properti Cenderung Melambat

Friday 21 Jul 2017, 6 : 08 pm

JAKARTA-Ketatnya aturan pemberian kredit properti dan penurunan daya beli masyarakat membuat permintaan kredit properti mengalami pelambatan. Bisnis properti sedang kurang bergairah. “Sehingga menjadi perhatian banyak pihak, termasuk kalangan perbankan dan lembaga keuangan lainnya,” kata Direktur GMT Properti, Sunardjaja Tjitjih dalam sambutan Seminar Strategi Penanganan Pembiayaan Sektor Properti di Tengah Melemahnya Daya Beli : Kiat Bagi Pelaku Usaha yang berlangsung di Hotel Sahid Jakarta, Kamis (20-7-2017).

Pasalnya, kata Sunardjaja, properti merupakan salah satu sektor yang memiliki kemampuan untuk menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Di dalam bisnis properti setidaknya ada 135 sektor turunan yang mempengaruhi ekonomi masyarakat.

Menurut Sunardjaja, ekspansi kredit properti yang disalurkan perbankan tertahan sejak 2014 dan pertumbuhan sektor properti setiap tahunnya cenderung melambat. Hal ini dipengaruhi oleh situasi perekonomian global dan regional yang masih dalam tahap pemulihan secara makro. “Kredit sektor properti dapat berupa kredit korporasi yang diperuntukkan bagi perusahaan pengembang (developer) maupun perusahaan kontraktor bangunan,” tambahnya.

Selain itu, lanjutnya, perbankan juga dapat menyalurkan kredit kepada para konsumen properti dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen. “Saat ini kredit untuk konsumen (KPR dan KPA) mendominasi porsi kredit perbankan ke sektor properti,”ucapnya.

Sementara itu, Marx Andryan dari Marx & Co mengatakan naiknya kebutuhan biaya hidup mengakibatkan masyarakat lebih menyimpan uang atau berinvestasi pada produk mata uang asing atau produk perbankan lainnya daripada sektor properti. Dampak dari turunnya minat masyarakat untuk membeli produk properti mengakibatkan para pelaku usaha di bidang properti mengalami kesulitan untuk menjual produknya, sehingga mengakibatkan gagal bayar (non performing loan).

Di lain pihak, kata Marx, tidak dipungkiri bahwa sumber pembiayaan properti pelaku usaha merupakan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya, yang memiliki jangka waktu tertentu untuk dilunasi. Biasa pihak kreditur mendesak pihak kreditur untuk menyelesaikan pembayaran kredit tersebut, jika tidak bisa mencari penyeleasaian maka berakibat pada sengketa berupa penyitaan atau proses peradilan.

Marx menyarankan sebaiknya pihak kreditur harus mengantisipasi hal tersebut untuk mengambil langkah-langkah hukum untuk menghadapi pihak kreditur, atau memilih pihak mediator untuk menyelesaikan masalah atau menemukan win-win solution bagi kedua belah pihak.

Kuartal I 2017, pertumbuhan kredit di sektor properti mengalami kenaikan 15,2%. Hal ini sejalan dengan data Bank Indonesia (BI) yang menyebutkan kredit perbankan yang juga mengalami pertumbuhan 9,1%. Berdasarkan data uang beredar BI, penyaluran kredit properti per Maret 2017 tercatat Rp 719 triliun atau tumbuh 15,2% lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang tumbuh 15%. Peningkatan ini bersumber dari penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) yang menjadi 8,4% dibandingkan Februari 7,4%.

Guna menggenjot industri properti, selama tahun 2016 dan 2017, sebenarnya pemerintah Indonesia telah banyak mengeluarkan berbagai kebijakan yang dapat mendorong bangkitnya industri properti. Contohnya, pada bulan September tahun 2016, Suku Bunga Acuan Bank Indonesia turun menjadi lima persen (7), diharapkan dengan penurunan ini akan mendorong permintaan akan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Tidak hanya itu, Bank Indonesia, pada Agustus 2016 juga melakukan pelonggaran rasio Loan to Value (LTV) Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang tadinya 20 persen menjadi 15 persen untuk rumah pertama.

Bank Indonesia juga telah menurunkan LTV untuk rumah kedua dan rumah ketiga dengan rasio DP masing-masing 20 dan 25 persen. Sebelumnya rasio DP untuk KPR rumah kedua dan ketiga sebesar 30 dan 40 persen. Pada 2016, pemerintah juga meluncurkan program tax amnesty, program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap sektor properti. Melalui dana repatriasi dari program tax amnesty, diharapkan aliran dana tersebut bisa diinvestasikan ke sektor properti, sesuai dengan Peraturan Menteri Keungan (PMK) Nomor 122/PMK.08/2016) (8). Diperkirakan dana reptriasi yang akan masuk ke sektor properti akan mencapai Rp70 triliun.

Seminar Strategi Penanganan Pembiayaan Sektor Properti di Tengah Melemahnya Daya Beli : Kiat Bagi Pelaku Usaha yang berlangsung di Hotel Sahid Jakarta, Kamis 17 Juli 2017 merupakan kerjasama dari GMT Institute bekerjasama dengan Marx & Co dan didukung oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia, dengan menghadirkan narasumber diantaranya adalah Ketua Umum Kadin Indonesia, Direktur Bank Jatim, Perwakilan REI dan Managing Partner dari Marx & Co. ***

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Atur Strategi Investasimu Saat Pasar Global Volatil

Oleh: Krizia Maulana Pasar finansial global masih menunjukkan kondisi yang

Prediksi BPS Produksi Padi Turun

JAKARTA-Produksi padi 2014 berdasarkan angka ramalan I (Aram I) dari