PUPR Tak Mampu Biayai Pemindahan Ibukota Pemerintahan

Thursday 13 Apr 2017, 4 : 43 pm

JAKARTA-Pemindahan ibu kota pemerintahan ke luar Jakarta sudah pasti memerlukan biaya yang sangat besar. Karena membutuhkan pembangunan infrastruktur. “Kalau kita memindah ibukota dar Jakarta ke Palangkaraya atau kemanapun itu membutuhkan dana sekitar Rp150 Triliun,” kata anggota Komisi V DPR Nizar Zuhro dalam dialektika demokrasi ‘Pemindahan Ibu kota Masihkan Sebatas Wacana?’ bersama anggota Komisi II DPR RI FPPP Achmad Baedowi di Jakarta, Kamis (13/4/2017)

Perkiraan dana itu, kata anggota Fraksi Partai Gerindra, karena mengambil contoh pemindahan ibukota Malaysia dari Kuala Lumpur ke ke Putra Jaya yang menelan biaya sekitar Rp85 Triliun pada 1994-1999. “Nah, biaya memindahkan dana yang besar itu, menyedot dana negara besar. Sedangkan anggaran Kementerian PUPERA hanya Rp106 Triliun. Lalu, apakah anggaran Kementerian  PUPR mau dipakai semua, dengan meninggalkan 34 Provinsi yang lain?,” ujarnya seraya bertanya.

Menurut Nizar, pemindahan ibukota negara kesatuan republik Indonesia dari Jakarta
ke tempat lain dinilai tidak logis dan tidak memungkinkan. Alasannya tahapan-tahapan yang disampaikan pemerintah sampai hari ini belum ada sama sekali kemajuannya. Hanya berupa kajian saja. “Apalagi kita dengar Bappenas, kita dengar yang membangun itu bukan uang negara, tapi pakai private sektor (swasta) swasta, itu tambah tidak munkin lagi,” jelasnya.

Yang namanya swasta, lanjutnya, hanya ingin mengeluarkan uang kalau ada merjin. Artinya harus ada keuntungan, kalau tidak ada keuntungan mana mungkin mau membangun.

Sementara itu anggota Komisi II DPR RI FPPP Achmad Baedowi mengungkapkan memang perlu kaian komprehensif soal wacana pemindahan ibukota ini. Termasuk, unsur pertahanan dan keamanan negara, bebas dari bencana, strategis dalam perekonomian, dan unsur-unsur strategis lainnya sebagai ibu kota negara.

Wacana pemindahan tersebut kata Awiek sapaan akrab Wasekjen PPP itu,  karena Jakarta sudah sangat padat, semrawut, macet, polusi udara yang buruk, dan banjir kiriman dari Bekasi, Depok, Bogor, Cianjur, Bandung, Jawa Barat yang tak bisa dihindari, sehingga kalau tetap bertahan di Jakarta, masyarakat akan mengalami kerugian besar.
“Harus dipertimbangkan juga kerugian yang dialami warga Jakarta. Juga kalau sudah dilakukan kajian, pemerintah harus mengajukan revisi UU No.29 tahun 2007 tentang ibu kota negara,” ujarnya.

Namun kata Johnny, pemindahan itu harus rasional dan cermat mengingat ibu kota negara itu merupakan etalase, pintu terdepan negara, maka harus melalui kajian tata ruang yang strategis dan pemerintahan Jokowi-JK sedang mengkaji, maka belum perlu revisi UU Ibu kota negara tersebut.
“Kalau sudah melakukan kajian, baru revisi UU No.29/2017. Jadi, harus dengan pertimbangan yang rasional, geo strategis, ekonomis, tak ganggu jalannya pemerintahan, dana yang cukup, latarbelakang sejarah dan budaya yang baik, lokasi sesuai syarat sebagai ibu kota negara dalam jangka panjang sejalan dengan psikologis generasi melenia,” pungkasnya. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BII Kembali Luncurkan Program ’Biingkisan Beruntun’

JAKARTA- PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) meluncurkan program ’Biingkisan

Penyalahgunaan Perizinan, JK Kecewa Terhadap Kepala Daerah

JAKARTA-Pemerintah kecewa dengan tindakan Pemerintah Daerah terkait penyalahgunaan wewenang terutama