Menjaga Rupiah Tidak Bisa Tambal Sulam

Saturday 20 Jul 2013, 12 : 23 am
by
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati

JAKARTA – Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan upaya menjaga mata uang rupiah yang terus terpuruk belakangan ini tidak bisa dilakukan dengan model tambal sulam. Sebab, persoalan ekonomi yang terjadi saat ini sangat serius.

“Ini kan persolan daya saing. Tidak bisa dengan ujug-ujug menyetop impor produk apapun jenisnya. Jadi, harus ada kebijakan yang komprehensif sifatnya,” jelas dia di Jakarta, Jumat (19/7).

Salah satu langkah yang harus ditempuh pemerintah kata dia memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia harus dibenahi.

Meski secara fundamental, perekonomian masih aman sehingga tidak menimbulkan sentimen berlebihan dari pasar.

“Akan tetapi, trend pelemahan pertumbuhan ekonomi hampir terjadi disemua negara bisa menimbul shock bagi Indonesia,” kata dia.

Menurut dia, upaya menjaga mata uang rupiah harus dilakukan secara simultan.

Misalnya dengan peningkatan kapasitas produksi dalam negeri sehingga tidak terlalu bergantung pada impor.

Dan kebutuhan impor itu harus diverifikasi secara akurat sehingga tidak menjadi ajang permainan seperti sekarang ini.

Dia mengatakan, pelemahan rupiah tidak bisa dianggap enteng karena nilai tukar itu sebenarnya sebagai gambaran kondisi psikologis pasar.

Artinya, bagaimana pasar menilai kondisi ekonomi Indonesia.

Kalau pasar menilai negatif sebagai pertanda pasar tidak confidence dengan pencapaian makro ekonomi Indonesia.

Akibatnya, pasar tidak  percaya. Bukti ketidakpercayaan pasar itu adalah dengan pelemahan rupiah yang terus terjadi.

Ketidakpercayaan pasar ini mengindikasikan pertumbuhan ekonomi semu atau tidak berkualitas.

Memang diakuinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat tinggi.

Tetapi kualitas pertumbuhan tidak berkualitas karena tergantung pada sektor non tradeable.

Kalau pertumbuhan sektor non tradeable ini stagnan maka pertumbuhan tinggi ini tidak ada maknanya dan tidak lebih sebagai angka saja.

Karena hanya dinikmati oleh pemilik modal dan tidak menyebar ke seluruh masyarakat. “Dan ini menjadi persoalan. Karena ketika pertumbuhan ekonomi tidak menyebar maka tidak akan menciptakan multipliyer effect,” pungkas dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Renovasi Gereja Katolik Santo Joseph Karimun Dilanjutkan

TANJUNGPINANG-Renovasi Gereja Katolik Santo Joseph Karimun dilanjutkan. Proses renovasi akan

Tingkatkan Ekspor Otomotif, Kemendag Dukung Toyota Ekspor CKD

JAKARTA-Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah giat mendorong perkembangan industri otomotif agar