As’ad: Arogansi Barat Dorong Ideologi Radikal

Monday 29 Sep 2014, 11 : 40 am
viva.co.id

JAKARTA-Negara-negara barat harus menyadari penyebab tumbuhnya ideologi radikal, salah satunya karena arogansi kekuatan barat, yang terus berusaha melakukan hegemoni politik, ideologi dan ekonomi secara massif di dunia Islam. “Satu contohnya adalah membiarkan isu Palestina dan Isu Yerusalem (Al Aqhsa) tidak terselesaikan,” kata Wakil Ketua Umum PBNU H As’ad Said Ali pada acara peluncuran buku karyanya, ‘Al Qaeda: Kajian Sosial Politik, Ideologi dan Sepak Terjangnya’ di Jakarta

Menurut As’ad, penting disadari gerakan jihad dan gerakan-gerakan ideologis Islam radikal lainnya, tumbuhnya dan kelahirannya juga dirangsang oleh, dan sebagai respon atas, kekecewaan yang mendalam terhadap negeri mereka, yang dinilai telah terseret ke dalam situasi amoral, sekuler, libertarianisme dan semakin jauh dari cita-cita masyarakat teokratis. “Padahal di situlah ‘emosi’ umat Islam mudah terprovokasi untuk tumbuhnya radikalisme,” kata mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu.

Menghadapi situasi baru tersebut, para penyelenggara negara dan kaum intelektual di dunia Islam dituntut kecerdasannya. Di mana sistem politik di negeri-negeri muslim yang sekarang ini ada, yang dibangun di atas gagasan negara-bangsa, harus mampu merespon secara kreatif berbagai perkembangan baru yang muncul.

“Pembangunan ekonomi, modernisasi dan demokratisasi, harus dikelola sedemikian rupa untuk menghindarkan jebakan yang tidak diinginkan, yakni lahirnya gerakan jihadis,”  ujarnya.

Dalam pengalaman negara-negara muslim kata As’ad, kita ketahui masih banyak yang belum berhasil membangun sistem politik yang  dapat menggabungkan secara harmonis antara gagasan negara-bangsa dengan ajaran Islam. Barangkali baru sebagian saja yang berhasil. Itupun masih dalam proses, di antaranya adalah Indonesia dan sejumlah kecil negara Arab.

“Indonesia adalah contoh unik, bagaimana para ulama mazhab, mazhab maslahat, khususnya NU, Muhammdiyah dan ormas lainnya, bersama tokoh-tokoh nasionalis, Muslim maupun Non-Muslim, mampu merumuskan suatu dasar negara yang secara esensial sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama,” paparnya.

Bahkan, lanjut As’ad, asas Pancasila merupakan sebuah rumusan cerdas mengatasi problem dikotomis, sekuler versus  teokrasi, yang dihadapi dunia Islam saat itu. Meski demikian, negara-negara yang relatif berhasil itupun kini dihadapkan dengan tantangan-tantangan barunya.

Hadir dalam peluncuran buku tersebut mantan pengamat politik dan pengaji Timur Tengah Fachry Ali, Rektor UIN Syahid Jakarta Komaruddin Hidayat, Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar, dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj. Buku yang terdiri dari 8 bab ini merupakan buah pengamatnnya selama ini, termasuk pengalaman pribadi saat bertugas sebagai pejabat BIN di Timur Tengah pada 1982 sampai 1990. (ek

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Isu Rp 500 M Jadikan Pintu Masuk, Bukan Reaktif Membantah

Oleh: Emrus Sihombing Wacana hangat siang ini, adanya isu dugaan

Dosen Paramadina: Puan Mewakili Perempuan di Pilpres 2024

JAKARTA-Koalisi parpol untuk pemilu 2024 yang terbentuk sejauh ini, dinilai