Indonesia Berhati-hati Sikapi Perdagangan Bebas Asia Pasifik

Selasa 19 Mei 2015, 5 : 20 pm
by

FILIPINA-Pemerintah Indonesia berhati-hati dalam menyepakati perdagangan Asia Pasifik (Free Trade Area of the Asia Pacific/FTAAP). Sikap ini dilakukan agar Indonesia tetap menjaga kerja sama perdagangan internasional dan tidak merugikan kepentingan nasional.  “Kita akan berhati-hati dalam menghadapi FTAAP. Jika FTAAP disetujui untuk diwujudkan, proses negosiasinya akan berada di luar APEC. Dengan demikian, tanpa menjadi bagian dari proses FTAAP, Indonesia tetap dapat berpartisipasi pada forum APEC,” jelas Direktur Kerja Sama APEC dan Organisasi Internasional Lainnya Kemendag, Deny W. Kurnia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (19/5).

Idealnya jelas Deny, Indonesia tentu harus menjadi bagian dari FTAAP. Dengan demikian, FTAAP menjadi inspirasi bagi penetapan roadmap menuju Indonesia yang berdaya saing tinggi. Bahkan sebaiknya proses berbenah diri Indonesia menargetkan berada satu-dua langkah di depan laju keterbukaan kawasan dan globalisasi dunia.  “Jika Indonesia berada di luar pagar, maka akan kehilangan pangsa ekspor ke negara-negara yang menjadi anggota FTAAP. Padahal persentase ekspor Indonesia ke Asia Pasifik sekitar 75% dari total ekspor nasional,” ungkapnya.

Deny menjelaskan, tuntutan perwujudan FTAAP didasarkan pada dua pertimbangan utama. Pertama, keterbukaan perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik, yang akan memberikan sumbangan lebih banyak bagi skala kesejahteraan masyarakat di kawasan. Kedua, FTAAP dipandang dapat mengatasi akibat buruk dari sekat-sekat pengelompokan Free Trade Agreement (FTA) lebih kecil di Asia Pasifik yang hanya memberikan keuntungan secara terbatas kepada negara tertentu atau yang lebih dikenal dengan spaghetti-bowl effects.

FTAAP akan dibangun berdasarkan pilar-pilar kerja sama yang telah disepakati APEC selama ini maupun realita dan perkembangan berbagai FTA di Asia Pasifik, termasuk Regional Comprehensif Economic Partnership (RCEP) dan Trans-Pacific Partnership (TPP).

Lebih lanjut, Deny menjelaskan bahwa pada tahun 1994, Indonesia adalah negara yang optimis yang berani memimpin liberalisasi. Hal ini terlihat dari lahirnya “Tujuan Bogor” bagi terwujudnya perdagangan dan investasi bebas dan terbuka di Asia Pasifik pada tahun 2020. “Kini, 21 tahun kemudian, Indonesia tetap dihadapkan pada dilema yang sama yaitu, apakah Indonesia berani menghadapi keterbukaan Asia Pasifik di era FTAAP?,” ujarnya dengan nada tanya.

Bergulirnya pembahasan FTAAP di APEC antara lain sebagai akibat dari tuntutan yang terus-menerus disuarakan kalangan pengusaha yang tergabung dalam APEC Business Advisory Council (ABAC). Tuntutan tersebut didukung pula oleh berbagai kelompok pengkaji isu-isu APEC, termasuk Pacific Economic Cooperation Council (PECC). APEC juga memiliki jaringan pusat studi yang tersebar di berbagai universitas di negara-negara anggota APEC. Di Indonesia, perguruan tinggi yang aktif dalam jaringan ini adalah Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Sejauh ini perdagangan Indonesia dengan kawasan APEC menunjukkan peningkatan, yaitu dari USD 221,73 miliar pada tahun 2010 menjadi USD 258,95 miliar pada tahun 2014. Pada tahun 2014 total ekspor Indonesia ke anggota APEC sebesar USD 124,68 miliar, dan impor dari anggota APEC ke Indonesia sebesar USD 134,27 miliar, atau defisit sebesar USD 9,58 miliar.

 

Komentar

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pertamina-Jakpro Kerjasama Kembangkan Infrastruktur Gas

JAKARTA- PT Pertamina (Persero) dan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) menandatangani 

Bupati Musthofa: Idealnya DBHCHT 50% ke Daerah Penghasil Tembakau

JAKARTA-Draf Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan telah selesai di tingkat badan