MEA dan TPP Jadi Tantangan Keberadaan Karantina

Selasa 1 Mar 2016, 4 : 32 pm

JAKARTA–Pasar bebas Aseas (MEA) dan Trans Pasific Partnership (TPP) menjadi tantangan pembahasan RUU Karantina yang sedang di bahas DPR. Karena itu RUU Karantina harus bisa mengadopsi teknologi tinggi agar lalulintas arus barang tak terganggu. “Kalau tidak, maka kasus dwilling time akan terulang dan itu kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah,” kata pengamat ekonomi Indef Sugiono dalam diskusi forum legislasi “RUU Karantina” di Jakarta, Selasa (1/3/2016).

Oleh karena itu, kata Sugiono, kata kuncinya adalah teknologi. Artinya harus ada teknologi yang bisa mendeteksi keberadaan lalulintas barang secara cepat dan akurat di pelabuhan. “Intinya harus hati-hati pembahasan RUU Karantina itu. Apalagi, dengan nilai tukar yang tinggi saja, banyak pabrik yang tutup dan mengganggu perekonomian nasional,” tegasnya.

Sejalan dengan liberalisasi ekonomi dunia, kata Tulus Abadi, maka penegakan hukumnya harus diperkuat karena banyak kasus selama ini tidak tuntas. “Karena itu RUU ini sekaligus menjadi proteksi bagi ancaman bio terorisme hayati, yang mengancam kedaulatan pangan nagara,” terangnya.

Tulus menambahkan, barang-barang yang masuk harus memenuhi standar kesehatan dunia dan terbebas dari berbagai bahan antibiotik tinggi terutama ikan, daging, hewan, dan tumbuhan. “Itu penting karena satu bakteri saja bisa merusak buah-buahan Indonesia,” tambahnya.

Seperti larangan impor sapi dari India, yang masih berpenyakit mulut dan kuku (PMK). Selama sapi India itu, tidak terbebas dari PMK, maka sapi India itu dilarang masuk Indonesia. “Juga adanya rekayasa genetika, maka negara harus mengantisipasi seluruh tanaman yang akan membawa penyakit,” pungkasnya. **aec

Komentar

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kuartal I-2024, Laba Bersih TOWR Tumbuh 5,98% Jadi Rp797,39 Miliar

JAKARTA- PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) membukukan laba bersih

Soal e-KTP, Bamsoet Klarifikasi Soal Transfer Rp50 Juta ke Golkar

JAKARTA-Kasus transfer dana Rp50 juta ke Dewan Pimpinan Daerah (DPD)