Oleh: Dr. M.Kapitra Ampera, SH, MH
Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechstaat) yang mana pemerintah dan masyarakatnya diatur dengan hukum positif yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah menentukan jenis dan hierarki peraturan-peraturan yang dinyatakan berlaku di Indonesia.
Bulan September setiap tahunnya menjadi momen peringatan atas sejarah pilu bangsa Indonesia atas peristiwa Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (dikenal dengan G30S/PKI) yang menyebabkan gugurnya Para Jenderal, Pejabat Negara, Ulama serta rakyat yang menentang keberadaan PKI.
Setelah penumpasan PKI tersebut, pada tanggal 5 Juli 1966 ditetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia (TAP MPRS RI) Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang Diseluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia Dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Berdasarkan Tap MPR tersebut maka segala bentuk kegiatan dan penyebaran ajaran Komunis/Marxisme – Leninisme dilarang. Bahwa, disamping itu Pemerintah juga telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, dengan menambah ketentuan baru pada Pasal 107 KUHP menjadi pasal 107 a, 107 b , 107 c , 107 d, 107 e, dan 107 f KUHP yang memuat tegas larangan menganut, menyebarkan, dan mengembangkan ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme, dengan ancaman hukuman hingga 20 Tahun Penjara.
Bahwa, jelang 30 September tahun ini terdapat oknum dan kelompok masyarakat yang kembali mempolitisasi Peringatan G30S/PKI dengan tudingan adanya kebangkitan PKI.
Melalui surat yang ditujukan kepada Presiden RI, disampaikan tudingan-tudingan akan kebangkitan neo Komunisme dan PKI gaya baru yang menyusup ke Pemerintah.