Anggota DPR Sebaiknya Tidak Dipilih Jadi Menteri

Sunday 3 Aug 2014, 6 : 52 pm
by

JAKARTA-Anggota DPR terpilih sebaiknya tidak ditunjuk menjadi menteri untuk mengisi Kabinet 2014 -2019 ini. Pandangan ini perlu dikedepankan terkait dengan komitmen pemerintah mendatang yang ingin program Revolusi Mental dijalankan secara konsisten. Alasannya, kedudukan sebagai anggota DPR tidak lebih rendah dari jabatan menteri yang hanya merupakan pembantu presiden. Dalam Revolusi Mental harus dihapuskan kesan bahwa jabatan menteri lebih tinggi daripada jabatan anggota DPR.

Demikian pandangan Konsultan Komunikasi Politik, AM Putut Prabantoro, ketika ditanya soal kriteria menteri yang diperlukan bagi Kabinet Pemerintah 2014 -2019, di Jakarta, Minggu (3/8).

Menurut Putut, ketika mengajukan menjadi caleg, seseorang biasanya menawarkan diri dan baru kemudian direkomendasi oleh partai. Sangat jarang bahwa seorang caleg dipilih oleh partai karena track recordnya kecuali petahana (inkumben). Dalam upaya menarik perhatian dan sekaligus kemungkinan dipilih oleh calon konstituennya, para caleg biasanya menawarkan berbagai program kerja yang diharapkan menjadi daya tarik. “Program-program itu wajib dilaksanakan oleh anggota DPR terpilih baik yang baru ataupun petahana.  Bahkan petahana memiliki kewajiban moral yang lebih karena bisa jadi, program yang dalam periode sebelumnya, belum terlaksana. Mereka terikat secara moral kepada para pemilihnya. Sehingga adalah kewajiban bagi para anggota DPR terpilih untuk benar-benar memperhatikan serta tidak mengecewakan para pemilihnya,” ujar Putut.

Selain bertanggung jawab kepada pemilihnya, anggota DPR jelasnya juga bertanggung jawab kepada daerah yang diwakili (daerah pemilihannya). Sehingga dalam kondisi seperti itu, anggota DPR harus meminta ijin dahulu dari daerah pilihannya, jika memang yang bersangkutan ditunjuk menjadi seorang menteri.  “Harapan seorang anggota DPR akan dipilih menjadi menteri merupakan budaya yang salah kaprah. Mengabdi kepada negara bisa melalui jalur apa saja tidak hanya menteri.  DPR dan Presiden adalah sederajat kedudukannya. Sehingga anggota DPR kedudukannya lebih tinggi dari menteri yang merupakan jabatan pembantu presiden,” tegasnya.

Lebih lanjut, Putut menjelaskan, budaya menganggap menteri lebih tinggi kedudukannya daripada anggota DPR tidak bisa dilepaskan dari praktik yang selama ini terjadi dimana departemen merupakan sapi perah bagi partai. Padahal kalau dilihat dari gaji, banyak atau sedikit adalah sangat relatif. Namun terkait dengan praktik sapi perah hal itu tidak dapat dilanjutkan lagi dengan dilaksanakannya Revolusi Mental. “Apakah anggota DPR dalam periode 2014 -2019 akan lebih banyak yang menjadi pasien KPK daripada periode sebelumnya, itu menjadi ukuran keberhasilan Revolusi Mental tersebut. Hal yang sama juga akan dilihat berapa banyak menteri yang juga akan menjadi pesakitan KPK juga akan menentukan keberhasilan program tersebut,” ungkapnya.

Yang paling penting, jika seorang anggota DPR terpaksa harus ditunjuk menjadi menteri, adalah siapakah yang akan bertanggung jawab atas program yang sudah dijanjikan kepada pemilih dan daerah yang diwakilinya. Ini sangat penting untuk menghapus budaya seakan-akan program yang dikampanyekan adalah omong kosong. Belum lagi, dijelaskan lebih detail oleh Putut, jika anggota DPR yang kemudian, ditunjuk menjadi menteri, ternyata dalam pileg lalu dipilih karena melakukan money politic.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Forbes Nobatkan BSI Sebagai The World’s Best Banks 2021

JAKARTA-Baru seumur jagung PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI

Industri Pendukung Jasa Konstruksi Masih Prospektif

JAKARTA-Industri pendukung jasa konstruksi dinilai masih memiliki prospek bisnis yang