BI-Pemerintah Bahas Agenda Reformasi Struktural

Tuesday 11 Nov 2014, 9 : 11 pm
by
Gubernur BI, Agus Martowardoyo

BANDUNG-Bank Indonesia (BI) bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menggelar rapat koordinasi membahas kelanjutan sejumlah agenda reformasi struktural dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi daerah.

Rapat ini menelaah perkembangan ekonomi daerah terkini, risiko dan tantangan struktural ke depan, serta strategi penguatan koordinasi kebijakan BI, Pemerintah Pusat dan Daerah guna memastikan tercapainya stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan serta berkualitas.

Rapat dihadiri oleh Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo, Menteri Keuangan Bambang P. Brodjonegoro, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, serta seluruh anggota Dewan Gubernur BI dan pejabat-pejabat Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Perindustrian.

Sebelumnya, pada hari dan tempat yang sama, Dewan Gubernur BI menggelar pertemuan internal dengan para Kepala Kantor Perwakilan Wilayah BI guna membahas isu-isu di bidang ekonomi dan keuangan di berbagai daerah.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara menjelaskan bahwa terdapat tanda-tanda awal pemulihan kinerja ekonomi nasional, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat dari 5,1% pada triwulan II-2014 menjadi 5,0% pada triwulan III-2014.

Hal ini tercermin pada pertumbuhan ekonomi Jawa (di luar Jakarta) yang mulai stabil dan pertumbuhan ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang terus membaik.

Kinerja ekonomi Jawa jelasnya ditopang antara lain oleh perbaikan kinerja sektor pertanian sedangkan kinerja ekonomi KTI didorong antara lain oleh meningkatnya aktivitas sektor tambang.

Sementara itu, perlambatan ekonomi pada triwulan III-2014 lebih disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi kawasan Sumatera dan Jakarta.

“Ekonomi Sumatera melambat terutama akibat menurunnya kinerja sektor pertanian dan agroindustri sedangkan ekonomi Jakarta melambat akibat melemahnya kegiatan di sektor konstruksi. Kendati demikian, berbagai indikator menunjukkan ekonomi Jakarta diperkirakan sudah melewati titik terendahnya,” imbuhnya.

Setelah mengalami penurunan hingga akhir triwulan III 2014, laju inflasi tahunan (yoy) di berbagai daerah mengalami kenaikan pada Oktober 2014 sebagai dampak lanjutan dari kenaikan TTL dan LPG 12 kg.

Selain itu, tekanan inflasi juga bersumber dari meningkatnya inflasi kelompok volatile food, seiring dengan masuknya masa tanam di tengah kondisi kekeringan akibat kemarau panjang.

Beberapa daerah, seperti Sumatera Barat, Banten, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara, mencatat inflasi di atas rata-rata nasional (4,83%), yaitu sekitar 6-7%.

Sebaliknya, beberapa daerah lain, seperti Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Jawa Timur, mengalami inflasi di bawah rata-rata nasional, yaitu pada kisaran 3,3-4,6%.

“Ke depan, ada beberapa risiko jangka pendek dan tantangan struktural yang dapat mempengaruhi prospek ekonomi dan stabilitas harga di berbagai daerah,” ujarnya.

Dari sisi eksternal, jelasnya risiko perlambatan ekonomi Tiongkok, penurunan harga komoditas ekspor, dan normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat dapat menurunkan kinerja ekspor dan arus modal asing.

Sementara dari sisi domestik, rencana kenaikan harga BBM bersubsidi, kenaikan UMP 2015, serta risiko penurunan produksi pangan akibat kekeringan, berpotensi meningkatkan tekanan inflasi.

Dia menjelaskan tantangan struktural, berupa keterbatasan modal dasar pembangunan (infrastruktur, sumber daya manusia, teknologi, dan institusi), rendahnya ketahanan pangan dan energi nasional, sertanya terbatasnya sumber pembiayaan pembangunan, dapat membatasi ruang pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkualitas dalam jangka menengah.

“Untuk memitigasi risiko jangka pendek dan menjawab tantangan struktural tersebut, peserta rapat membahas sejumlah strategi penguatan koordinasi kebijakan BI, Pemerintah Pusat dan Daerah di bidang stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta reformasi struktural,” imbuhnya.

Dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, kebijakan BI akan diarahkan pada upaya mencapai sasaran inflasi dan menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat.

Di sisi fiskal, kebijakan Pemerintah akan diarahkan pada upaya untuk menjaga kesinambungan dan meningkatkan efektivitas fiskal.

Untuk itu Pemerintah berkomitmen untuk menjaga defisit fiskal tidak melampaui target 2,4% melalui optimalisasi penerimaan dan meneruskan upaya penghematan pengeluaran.

Dalam rangka meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak, Pemerintah Pusat mengharapkan agar Pemerintah Daerah dapat menyediakan akses informasi mengenai transaksi pembelian dan penjualan, diantaranya terkait kendaraan bermotor dan properti, guna menyempurnakan profiling wajib pajak.

Bank Indonesia, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah akan meningkatkan koordinasi, antara lain melalui forum TPI dan TPID, untuk memitigasi dampak penyesuaian kebijakan BBM bersubsidi, kekeringan, dan kenaikan UMP terhadap laju inflasi daerah, antara lain melalui pengendalian kenaikan tarif angkutan dalam batas yang wajar dan pengamanan pasokan pangan dan energi.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BNI Syariah Resmikan Payment Point di Kampus ITS

SURABAYA-BNI Syariah secara resmi membuka Payment Point di ITS, Rabu

Semester I, Kinerja PGN Sekitar 4,7%

JAKARTA-PT.Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) mengakui kinerja perseroan pada