BI Rate Turun 25 Bps

Friday 15 Jan 2016, 1 : 39 am
by
Ilustrasi

JAKARTA-Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate dari posisi 7,50% menjadi 7,25% dengan suku bunga Deposit Facility 5,25% dan Lending Facility pada level 7,75%. Penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ini untuk pertama kalinya setelah BI menahan suku bunga selama 11 bulan berturut-turut.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan keputusan ini sejalan dengan pernyataan bank sentral sebelumnya bahwa ruang pelonggaran kebijakan moneter semakin terbuka dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, serta mempertimbangkan pula dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global pascakenaikan Fed-Fund Rate (FFR).

Dia berharap agar penurunan BI Rate secara terukur dapat memperkuat pelonggaran kebijakan makroprudensial dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang telah dilakukan sebelumnya. Pelonggaran lebih lanjut akan dilakukan setelah dilakukan asesmen menyeluruh terhadap perekonomian domestik dan global dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. “BI juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan ketidakpastian di pasar keuangan global mereda setelah kenaikan Fed Fund Rate (FFR), sementara pemulihan ekonomi global diperkirakan masih terbatas. Kenaikan FFR pada 17 Desember 2015 yang telah diantisipasi pasar serta pernyataan the Fed bahwa normalisasi akan dilakukan secara gradual dan terbatas tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan global.

Sementara itu, harga komoditas global masih terus menurun, termasuk harga minyak dunia. Perbaikan ekonomi AS masih tertahan, sejalan dengan masih lemahnya indikator penjualan eceran dan personal expenditure, serta masih terkontraksinya sektor manufaktur.

Pemulihan ekonomi Eropa terus berlanjut didorong oleh perbaikan permintaan domestik, meskipun belum mampu meningkatkan inflasi yang masih rendah. Ekonomi Jepang diperkirakan masih lemah seiring dengan konsumsi yang melemah. Di sisi lain, perekonomian Tiongkok diperkirakan masih melambat, di tengah berbagai upaya stimulus, baik melalui kebijakan moneter dan fiskal, serta reformasi di sisi penawaran. Reaksi pasar terhadap perlambatan ekonomi dan konsistensi dalam upaya liberalisasi pasar keuangan di Tiongkok menimbulkan tekanan di pasar sahamnya. “Ke depan, risiko terkait perlambatan ekonomi Tiongkok dan terus menurunnya harga komoditas global perlu dicermati,” pungkasnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Fredd Tedja-MAMI

Pilih Reksa Dana atau SBN

Oleh:Freddy Tedja Setelah sempat bergerak sangat fluktuatif di bulan Agustus

Pemerintah Alokasikan Rp492,555 Triliun Dari APBN 2019 Untuk Pendidikan

JAKARTA-Pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menunjukkan