Sejak tahun 2010-2019 misalnya, produksi minyak terus menurun di bawah 800.000 Barrel Oil Per Day (BOPD).
Sementara konsumsi BBM (bensin, solar) domestic mencapai 1.5 juta BOPD. “Itu artinya, harus mengimpor 700.000-800.000 BOPD,” urainya.
baca juga: http://www.beritamoneter.com/diduga-ada-kartel-dan-mafia-migas-tunggangi-rizal-ramli-tolak-ahok/
Dana untung dari impor migas itu kemudian dibagi-bagi ke rantai jaringan mafia, sehingga banyak sekali elit bisnis dan politik yang mendapat berkah.
“Jadi, Petral ini benar-benar menunjukan ada kartel-oligarki di sektor Energi. Bisnis mafia migas dengan Petral itu adalah bisnis triliun rupiah dan ini tentu korupsi sangat besar,” tegasnya.
Selama Jokowi menjabat Presiden, mafia migas tak berani masuk istana.
Bahkan Petral sudah dibubarkan tahun 2015 oleh Team Reformasi Tata Kelola Migas.
“Nah Jokowi sudah tegas mengatakan, serius memberantas mafia migas. Jokowi butuh orang yang memiliki nyali tinggi serta loyal pada ambisinya memberantas mafia migas agar kedaulatan energi terwujud. Ahok tentu memiliki sejumlah kriteria penting menjadi bos Pertamina,”imbuhnya.
Ferdy mengatakan Ahok adalah orang dekat Jokowi.
Dia memiliki nyali, keberanian dan memiliki perangai untuk ditakuti para mafia.
Ahok juga memiliki manajerial skill, memiliki rekam jejak teruji menata birokrasi Jakarta. Ahok memiliki kuasa cukup memberantas mafia migas, membangun kultur sehat di Pertamina, membangun sektor hulu, membangun kilang migas dan bisa memberikan pelayanan prima kepada rakyat melalui distribusi BBM.
“Pekerja Pertamina pasti sudah paham bahwa Ahok akan marah besar jika ada pegawai Pertamina yang main-main dengan pelayanan public,” pungkasnya.
