BPS Catat September Alami Deflasi 0,05%

Thursday 1 Oct 2015, 5 : 25 pm
by
Kepala BPS, Suryamin

JAKARTA-Badan Pusat Statistik (BPS) memuji kinerja Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang beranggotakan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah daerah (pemda) dalam mengendalikan harga. Keberhasilan tersebut tercermin dari deflasi September 2015 yang tercatat 0,05 persen.

Kepala BPS Suryamin mencatat dari 83 kota yang menjadi target survei Indeks Harga Konsumen (IHK), laju deflasi terjadi di 36 kota dengan deflasi tertinggi di Sibolga yakni sebesar 1,85 persen dan deflasi terendah kedua terjadi di Bandung sebesar 0,01 persen. Sedangkan inflasi tertinggi tercatat terjadi di Merauke sebesar 1,33 persen. “Artinya secara keseluruhan, Indonesia pengendalian inflasinya sudah cukup bagus karena ada TPID,” kata Suryamin di Gedung BPS, Kamis (1/10).

Tak hanya itu, Suryamin juga menilai kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengontrol harga pangan terbukti berhasil. Hal tersebut bisa dilihat dari tren penurunan harga pasca masa Idul Fitri pada Juli 2015. Menurutnya permintaan akan barang dan jasa pada bulan itu meningkat, namun penurunan permintaan masih terasa hingga September yang menyebabkan harga turun.

Dia memaparkan penyebab utama deflasi adalah daging ayam. Harga komoditas tersebut turun hingga 9,31 persen. Penurunan tertinggi terjadi di Jambi 25 persen dan Pematang Siantar 23 persen. “Ini karena cukup banyak suplainya atau persediaan di sentra produksi,” jelasnya.

Kemudian, harga cabai merah turun 10,98 persen. Penurunan tertinggi di Padang Sidempuan dan jambi, masing-masing sampai 40 persen. “Cabai merah kalau tidak hujan ya bagus,” terangnya.

Tarif angkutan udara turun 10,22 persen, bawang merah (9,97 persen), cabai rawit (12,27 persen). Kemudian, harga minyak goreng turun sebesar 1,95 persen dan bahan bakar minyak (BBM) sebesar 0,53 persen. “Bobot bensin itu besar, hampir sama dengan beras, hampir 4 persen. Artinya, perubahan dua komoditas ini cukup tinggi, ke inflasi cukup tinggi juga. Makanya pemerintah kan mengendalikan beras dan bensin itu,” urainya.

Gejolak harga barang yang diatur pemerintah (administered price) dan bahan pangan (volatile food) masing-masing mengalami deflasi sebesar 0,4 persen dan volatile food mengalami deflasi sebesar 1,25 persen. “Selain itu komponen energi juga mengalami deflasi 0,26 persen terutama bahan bakar seperti Pertamax. Itu berpengaruh karena konsumennya sudah banyak,” katanya.

Dengan realisasi tersebut, Suryamin mencatat laju inflasi komponen inti (core inflation) pada September 2015 diketahui telah mencapai 0,44 persen dan tingkat inflasi komponen inti sebesar 5,07 persen secara tahunan.

Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III akan lebih baik daripada triwulan sebelumnya. Hal ini karena ada beberapa penyebab ekonomi yang menjadi pendorong utama perbaikan pertumbuhan ekonomi.  “Logikanya ya (pasti lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya). Ditambah lagi inflasinya juga kecil, gambarang produktivitas di pariwisata naik, konstruksi juga akan naik,” katanya.

Menurutnya, jika harga dari barang-barang selain barang konstruksi naik, demand juga mengalami kenaikan, sehingga akan mendorong sektor-sektor tertentu menjadi berkembang.  “Kita optimis kok bisa lebih bagus. Apalagi jika ada banyak sektor yang berkembang lantaran permintaan dari barang-barang konstruksi juga naik,” terangnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

rentenir

Menkop UKM: Bali Jadi “Showroom” Seluruh Produk UMKM di Indonesia

DENPASAR-Menteri Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Teten Masduki mengatakan bahwa
Neraca perdagangan Indonesia pada Januari-September 2021 secara keseluruhan mencatat surplus 25,07 miliar dolar AS, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun 2020 sebesar 13,35 miliar dolar AS

Surplus Nonmigas Indonesia Terhadap Malaysia Naik Hampir 200%

MALAYSIA-Neraca perdagangan nonmigas Indonesia–Malaysia pada periode Januari–September 2021 mencatatkan surplus