BUMN dan Swasta Diminta Jadi Motor Penggerak Industri

Friday 26 Jun 2015, 9 : 32 pm
by
Menperin, Saleh Husin

JAKARTA-Indonesia sebagai negara yang sedang tumbuh mempunyai potensi pengembangan industri yang cukup besar karena didukung oleh ketersediaan bahan baku, sumber daya alam yang melimpah dan beragam. Potensi ini didukung oleh jumlah penduduk yang besar serta peningkatan daya beli masyarakat yang semakin tinggi dengan semakin bertambahnya masyarakat kelas menengah. “Saya meminta kepada dunia usaha baik swasta maupun BUMN untuk terus menjadi motor penggerak dalam melaksanakan program pengembangan industri,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin usai Rapat Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perindustrian dengan Dunia Usaha di Jakarta, Jumat (26/6).

Selain itu, Saleh juga berharap dunia usaha dapat terus membangun sinergi dengan pemerintah dalam mengakselerasi pertumbuhan industri untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri tangguh.

Pada tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia mencapai 252 juta orang, dimana jumlah masyarakat kelas menengah sebanyak 74 juta orang dengan pendapatan per kapita sebesar USD 3.000. Diperkirakan pada tahun 2030, masyarakat kelas menengahakan meningkat sebanyak 141 juta orang dengan pendapatan per kapita sebesar USD 5.757.

Dilihat dari komoditas unggulannya, Indonesia merupakan produsen produk pertanian seperti kelapa sawit, kakao, karet, dan rotan. “Pada tahun 2014, Indonesia sebagai produsen sawit terbesar dunia dengan produksi minyak sawit (CPO dan CPKO) mencapai 31 juta ton, kakao sekitar 0,45 juta ton,kelapa sekitar 3,3 juta ton dan karet sekitar 3,23 juta ton,” ungkap Menperin.

Menurutnya, Indonesia juga merupakan produsen migas, mineral logam dan batubara terbesar dunia dengan jumlah produksi pada tahun 2014 untuk minyak bumi sebesar 825.000 barel per hari, gas bumi sebesar 7.039 british thermal unit per hari, batubara sebesar 97 juta ton serta sumber pemasok utama nikel dunia dengan produksi 60 juta ton, bauksit sebesar 56 juta ton dan besi sebesar 19 juta ton. “Pembangunan industry nasional hingga saat ini telah mencapai kemajuan yang sangat berarti, dimana industri pengolahannon-migas mampu tumbuh dan berkembang secara signifikan, bahkan melampaui pertumbuhan ekonomi nasional,” paparnya.

Pada triwulan I tahun 2015, secara kumulatif pertumbuhan industri pengolahan non-migas mencapai 5,21% atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi (PDB) pada periode yang sama sebesar 4,71%.Cabang-cabang industri yang mengalami pertumbuhan tertinggi antara lain:Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional9,05%;Industri Logam Dasar sebesar 8,66%;Industri Makanan dan Minuman sebesar 8,16%; serta Industri Kertas dan Barang Cetakan sebesar 6,02%.

Kontribusi sector industry pengolahan non-migas mencapai 20,65% dari total PDB nasional,yang tertinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya.Nilai ekspor industri non-migas pada Triwulan I 2015 mencapai USD98,43 miliar atau memberikan kontribusi sebesar 66,48% dari total ekspor nasional.

Sementara itu, nilai investasi PMDN sektor industri non-migas pada triwulan I-2015 mencapai Rp17,45 triliun atau meningkat sebesar 57,04% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.Sedangkan,nilai investasi PMA sektor industry non-migas mencapai USD2,33 miliar atau memberikan kontribusi sebesar 35,55% dari total investasi PMA triwulan I-2015

Dalam rangka menapaki tahun 2015 yang penuh tantangan dan masih adanya ketidakpastian ekonomi global,Kemenperin terus melaksanakan pembangunan industri nasional dengan sasaran utama sebagai berikut: pertumbuhan industry pengolahan non-migas sebesar6,1-6,8%,jumlah tenaga kerja sektor industri sebanyak 15,5juta orang,kontribusi ekspor sektor industry mencapai 67,3%, sertanilai investasi sektor industri sebesar Rp270 triliun.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Dr. Hendri Saparini mengatakan perlu sinergi kebijakan menyikapi kondisi perekonomian nasional. “Tekanan ekonomi global memengaruhi perlambatan ekonomi di Indonesia. Kami memprediksi pertumbuhan ekonomi sekitar 5,3-5,7% tahun ini. Tapi itu sulit. Pertumbuhan berada di batas bawah,” ungkapnya.

Selain itu, menurutnya, surplus pada perdagangan nonmigas dan penurunan defisit neraca perdagangan migas dalam beberapa bulan terakhir pun belum memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja transaksi berjalan.

Oleh karena itu, Hendri mengharapkan kejelasan kebijakan strategis industri untuk memberikan arah dan referensi pengembangan investasi dari pusat hingga ke daerah. Hal itu diyakini akan mampu mendorong investasi sebagai sumber penting pertumbuhan ekonomi.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Indonesia Incar Perdagangan dengan Negara Islam

JAKARTA-Pemerintah Indonesia berpartisipasi pada  pameran dagang negara anggota Organisasi Konferensi

September 2023, Manajemen Pantai Indah Kapuk Dua Gelar PUT 8 Miliar Saham

JAKARTA-Manajemen PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) atau dahulu