Disisi lain, dibawah peraturan ini, PRT yang kabur karena kondisi kerja yang buruk dan penganiayaan akan langsung dikriminalkan dan menjadi tidak berdokumen.
Dari kasus-kasus yang ditangani Tenaganita, lembaga yang mendampingi buruh migran di Malaysia, Pemerintah dan penegak hukum termasuk Pengadilan terus menerus menghukum buruh migran atas dasar pembuktian legalitas mereka, yang sebenarnya justru ditentukan oleh majikan atau agen. Karena itu, Erwiana juga mendesak pemerintah Indonesi untuk segera menangkap dan menghukum pelaku utamanya mafia perdagangan manusia di NTT dan seluruh Indonesia.
Disamping itu, pemerintah Indonesia harus memperjuangkan dengan berbagai cara dibukanya kembali kasus Adelina dan meyakinkan Majikan di hukum Berat.
“Malaysia sudah lama diuntungkan dari kehadiran buruh migran, termasuk PRT, yang menjadi sumber tenaga kerja murah bagi kemajuan perekonomian Malaysia. Sudah saatnya Pemerintah Malaysia menghormati hak asasi buruh migran sebagai pekerja dan manusia dengan menciptakan perlindungan hukum yang dibutuhkan,” pungkasnya.