Ditinggal Mitra Koalisi, Partai Gerindra “Jomblo”

Thursday 7 Jan 2016, 7 : 12 pm
by
pengamat politik Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus

JAKARTA-Nasib Koalisi Merah Putih (KMP) benar-benar tragis. Soliditas diantara partai-partai pendukungnya mulai berantakan. Satu per satu, partai pendukung KPM mulai merapat ke barisan pendukung pemerintah. Sebut saja, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Akibatnya, koalisi permanen yang dicita-citakan petinggi KPM kini hanya tinggal kenangan. Kini, hanya Partai Gerindra sendirian alias jomblo menjadi partai oposisi. “Mereka tak peduli dengan kawan seperti Gerindra karena saatnya berjuang sendiri-sendiri untuk mempersiapkan partai menyongsong kontestasi pemilu selanjutnya. Jadi, sekarang, partai Gerindra terancam ‘jomblo’ ”terang pengamat politik Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, di Jakarta, Kamis (7/1).

Menurut Lucius, “mutasi”  besar-besaran partai-partai yang berasal dari KMP terjadi karena sistem “koalisi”  sudah tak relevan lagi di DPR.  Pasalnya, terus memelihara koalisi tak akan memberi keuntungan politik apapun bagi partai-partai.  “Citra koalisi sudah sangat jelek di mata publik.  Juga keperluan jangka pendek yang ingin dicapai oleh anggota koalisi sudah terjawab,” jelasnya.

Pada saat yang sama katanya partai-partai realistis dengan waktu.  Selain itu, kebutuhan mendesak terkait persiapan dan konsolidasi masing-masing untuk mempersiapkan even politik ke depan. “Nah satu-satunya bekal yang menjamin aktifitas partai adalah modal.  Itu kebutuhan paling mendesak dan realistis yang dihadapi partai-partai.  Apalagi waktu untuk mencari modal sangat pendek.  Hanya di tahun 2016 ini.  Tahun yang akan datang mereka sudah mesti bejibaku dengan Pilkada dan tahun 2018 sudah harus siap Pileg,” urainya.

Dia menjelaskan,  kebutuhan akan modal tak bisa didapatkan di DPR.  Hanya pemerintah yang mempunyai dana besar karena merupakan pengelola anggaran. Oleh karena itu wajar jika partai-partai KMP berpindah halaman dari memusuhi pemerintah menjadi pengikut pemerintah.

Mereka memerlukan modal dan oleh karena itu menjadi penting untuk mendesak reshuffle.  Dengan memegang kendali atas departemen tertentu,  partai bisa mendapatkan celah untuk mengambil jatoh demi partai. “Itulah motivasi utama yang menggerakkan perekonomian partai-partai yang pindah ke pendukung pemerintah. Sangat oportunis dan pragmatis.  Hampir pasti tak ada alasan idealisme partai untuk bekerja demi kepentingan rakyat,” tuturnya.

Seperti diketahui, Partai Golkar hasil Munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie mempertimbangkan opsi untuk bergabung ke pemerintahan. Opsi ini merupakan rekomendasi dari DPD I dan akan diputuskan dalam Rapat Pimpinan Nasional pada 23-25 Januari mendatang.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz juga sudah menyatakan keinginannya untuk mendukung pemerintahan Jokowi-JK. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga menunjukkan indikasi merapat dengan menemui Presiden Jokowi di Istana

PKS mulai tak sejalan dengan KPM dalam sidang kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden. Kasus ini akhirnya membuat politisi Golkar, Setya Novanto, yang duduk sebagai Ketua DPR mundur dari jabatannya.

Adapun Partai Amanat Nasional (PAN) sudah sejak September lalu menyatakan bergabung dengan pemerintahan. Meski menyatakan tak keluar dari KMP, sikap PAN di parlemen selalu sejalan dengan parpol pendukung pemerintah.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pendapatan Anjlok, Laba Bersih PPRE di 2020 Hanya Senilai Rp58,57 Miliar

JAKARTA-Sepanjang 2020, PT PP Presisi Tbk (PPRE) mengalami penurunan laba

Ada Jalur Sutra, Investasi China Naik di Indonesia

TIONGKOK – Gagasan Presiden Xi Jingping untuk menghidupkan kembali rute