DPR Perjuangan RUU PPM Masuk Prolegnas 2015

Tuesday 8 Sep 2015, 11 : 33 am
Rieke Dyah Pitaloka

JAKARTA-Komisi IX DPR mengaku terus memperjuangkan RUU Perlindungan Pekerja Media (PPM) masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. Sayangnya DPR periode lalu gagal meloloskan RUU ini masuk dalam prioritas Prolegnas. “Saat menyusun Prolegnas 2015, kami tidak mendapat dukungan yang cukup untuk ini,” kata anggota Komisi IX DPR Rieke Dyah Pitaloka dalam diskusi “Penegakan Kode Etik Jurnalistik” di Senin (7/9/2105).

Menurut anggota Fraksi PDIP, keberadaan RUU PPM sangat dibutuhkan bagi pekerja pers di tanah air. Karena itu menjamin kehidupan pekerja media. “Padahal ini penting untuk mengatur hak-hak pekerja media, termasuk kontributor dan stinger,” ucapnya.

Selain profesionalisme, lanjut Rieke, ada persoalan kemanusiaan di balik keberadaan para jurnalis, misalnya jurnalis media online. “Saya melihat mereka harus kejar setoran, mengirim 10 berita per hari, harus lari ke sana ke sini, bahkan mengkloning berita,” ujarnya.

Terkiat pemelintiran berita Ketua Umum PDIP megawati, kata Oneng-sapaan akrabnya, mungkin dianggap remeh, sepele, dan cukup meminta maaf. Namun keputusan politik nasional terkait pembubaran lembaga negara seperti KPK itu pasti serius, namun jangan sampai terulang lagi. “Kita tetap perjuangkan sebagai jurnalis punya tanggung jawab yang besar,” tegasnya.

Diakui Rieke, kualitas liputan media yang sering dikeluhkan berbagai kalangan, seperti berita yang tidak akurat atau tidak seimbang, disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah tuntutan kerja jurnalis yang semakin berat. “Untuk itu, negara juga perlu memiliki undang-undang untuk memastikan perlindungan dan kesejahteraan awak media,” jelasnya.

Sementara itu Ketua Dewan Pers Prof. Bagir Manan mengatakan harus bisa dibedakan tindakan memelintir berita dari kesalahan tidak sengaja dan kebijakan redaksi. “Pemelintiran berita jelas pelanggaran kode etik dan tindakan yang disengaja. Saya mendefiniskan pemelintiran sebagai memberitakan suatu kenyataan atau keterang narasumber dengan tidak sesuai atau tidak sepenuhnya sesuai dengan kenyataan atau kehendak narasumber itu,” katanya.

Bagir menambahkan sebagai pekerjaan profesional, wartawan bekerja atas dasar tanggung jawab pribadi, seperti halnya dokter dan pengacara, bukan tanggung jawab kelembagaan.“Wartawan juga bekerja atas dasar kebenaran, yakni berusaha menemukan dan menegakkan kebenaran. Jika pekerjaan non profesi, perilakunya bisa benar secara hukum tapibelum tentu benar secara tanggung jawab pribadi,” katanya.

Kalau sengaja termasuk kategori memelitir berita, kata mantan Ketua Mahkamah Agung, wartawan bisa salah, meski dituntut tidak boleh bersalah. Kode etik, bukan hukum tapi sebagai aturan perilaku yang berisi tentang kewajiban-kewajiban kita terutama dalam pekerjaan professional. Kode etik sebagai mahkota yang harus dipegang teguh agar professional dalam menjalankan tugas.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BNI Usung Program Jejak Kopi Katulistiwa

JAKARTA-PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) proaktif mendukung ekosistem

MTDL Gandeng LinkedIn Sebagai Alliance Partner

JAKARRTA-Saat ini kebutuhan digital sudah menjadi sesuatu yang esensial. Hampir